kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata pengamat soal reforma agraria


Minggu, 11 Juni 2017 / 21:40 WIB
Kata pengamat soal reforma agraria


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Upaya pemerintah untuk mempercepat jalannya reforma agraria mendapat dukungan dari pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio. Ia menilai, persoalan yang membelit program tersebut bukan terletak pada landasan hukumnya. Namun lebih kepada kerumitan permasalahan di lapangan.

"Soal landasan hukum, menurut saya menggunakan Undang-undang dari sisi KLHK saja sudah cukup. Yang penting bisa terus jalan programnya. Karena sudah tertunda puluhan tahun," terang Agus pada KONTAN, Minggu (11/6).

Sementara ini, program reforma agraria menggunakan Surat Keputusan (SK) Menteri Likungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 180 tahun 2017, serta Surat Keputusan (SK) Menteri Perekonomian Nomor 73 Tahun 2017 tentang Tim Reforma Agraria. Dan hanya Undang-undang (UU) Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang selama ini dijadikan landasan hukum.

Agus menjelaskan, lamanya proses reforma agraria terjadi karena banyak persoalan rumit di lapangan yang harus dibereskan. "Soal hutan adat, kita harus memastikan apa betul itu adat. Di sisi lain, pemerintah juga sedang mengurai kekusutan sistem hukum kita yang menghalangi hak masyarakat," tuturnya.

Menurut Agus, pemerintah harus bersikap tegas. Maksudnya presiden paling tidak bisa melindungi Menteri LHK untuk membereskan persoalan tanah. Pasalnya, tak sedikit tanah pemerintah yang diambil alih swasta tanpa izin dan pajaknya dibayar. "Harus hati-hati dan tidak mudah, karena masalah ini dibiarkan selama puluhan tahun," ujarnya.

Belum lagi persoalan lain, seperti wilayah Indonesia Timur, yakni Sulawesi dan Pulau Buru yang tercemar mercuri. "Membereskan pencemaran wilayah juga rumit, masyarakat di sana harus dipindahkan. Ada sekitar 800 tambang emas milik rakyat yang ilegal di sana," kata Agus.

Di sisi lain, pemerintah juga harus hati-hati dalam memilih orang yang tepat untuk mengelola kawasan hutan tersebut. Jangan sampai orang yang terpilih sering berpindah tempat dan bisa seenaknya menjual lahan tersebut. "Mengontrol siapa yang layak diberi kepercayaan untuk mengelola lahan juga tidak mudah," pungkas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×