kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jokowi dinilai tidak menjalankan etika birokrasi


Rabu, 17 April 2013 / 08:01 WIB
Jokowi dinilai tidak menjalankan etika birokrasi
ILUSTRASI. Pabrik pengolahan?kelapa sawit PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG)


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kosongnya empat kursi pejabat Eselon II di Pemprov DKI Jakarta, menuai banyak pendapat miring, antara lain dari pensiunan pejabat DKI.

Ketua Paguyuban Pensiunan Pegawai Pemprov Pendukung Jokowi (KP5J) Agusman Badarudin menilai, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tidak menjalankan etika birokrasi dalam memimpin ibu kota.

“Jokowi tidak konsisten dengan ucapannya memilih pejabat muda. Buktinya, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Endang Widjajanti sudah masuk pensiun, juga Kepala Dinas Kebersihan Unu Nurdin. Itu tandanya regenerasi tidak dijalankan,” ujar mantan Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI.

Selain itu, lanjutnya, pemilihan pejabat juga tidak memiliki pola jenjang karier, serta cenderung mengherankan. Agusman mencontohkan, Sekretaris Dinas PU yang menjadi Kepala Biro Umum Kukuh Hadi Santoso yang baru menjabat dua bulan, langsung dipindah menjadi Kepala Satpol PP DKI.

“Kemudian juga pejabat-pejabat yang kurang sesuai latar belakangnya, seperti Kepala Dinas PU DKI Manggas Rudi Siahaan. Dia orang Dinas Pendidikan, kok bisa memimpin PU? Harusnya kan orang yang mengerti teknis," paparnya.

Lalu, papar Agusman, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Made Karmayoga, yang sebelumnya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pariwisata.

"Kok bisa pegang kepegawaian? Ini tidak ada jenjang karier yang urut,” ucapnya.

Agusman memaparkan, semua jabatan memang kewenangan Gubernur DKI. Namun, seharusnya Jokowi lebih memerhatikan jenjang karier seseorang di dalam tubuh Pemprov.

Jika benar Jokowi mengecek rekam jejak, maka orang-orang tersebut dinilainya tidak cocok untuk jabatan tersebut.

“Ini malah menimbulkan tanda tanya besar di lingkungan Pemprov DKI. Kami hanya mengingatkan Pak Jokowi, bukan mau mengintervensi. Sebab, keresahan PNS DKI sudah sangat besar, bahkan timbul persepsi transaksional dan intervensi partai. Kalau begini, tidak ada perubahan dong di DKI,” bebernya.

Pria yang juga pernah menjadi Kepala Dinas Perindustrian DKI berharap, Jokowi bisa membuka cara pemilihan kepala dinas dan wali kota. Sehingga, orang yang benar akan berada di tempat yang benar.

“Saya rasa, kalau sistem seleksi pejabat melalui Sekda, tidak akan begini. Pak Fadjar Panjaitan mungkin mundur juga karena alasan tertentu, bukan karena masuk partai, tapi dia sudah tidak dianggap, karena semua keputusan gubernur diambil tanpa pertimbangannya,” cetus Agusman. (Tribunnews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×