kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,54   -7,83   -0.79%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah alasan DPR menolak revisi UU Ketenagakerjaan


Sabtu, 17 Desember 2011 / 11:00 WIB
Inilah alasan DPR menolak revisi UU Ketenagakerjaan
ILUSTRASI. Penampilannya ramping, harga sepeda e-bike United Mini IO juga ramping di kelasnya


Reporter: Eka Saputra | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) Rieke Dyah Pitaloka menegaskan, pihaknya bukan anti revisi Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Hanya saja, dalam tawaran revisi yang diajukan pemerintah menurutnya tidak berpihak pada kepentingan tenaga kerja.

“Saya sudah dapat itu naskah revisi versi pemerintah. Ada sejumlah masalah di sana, misalnya THR (Tunjangan Hari Raya) tidak lagi menjadi kewajiban, melainkan hanya sesuatu yang bersifat bantuan,” katanya dalam rilis yang diterima Kontan (17/12).

Selain itu, Rieke mencatat sejumlah hal krusial terkait hak tenaga kerja yang dihapus dalam revisi UU tersebut. Pertama, penghapusan pasal 35 ayat 3 yang memuat kewajiban pemberi kerja untuk memberi perlindungan yang meliputi kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan. Kemudian, ketentuan yang mengatur agar perjanjian kerja dibuat secara tertulis dengan memuat besarnya upah dan cara pembayarannya juga dihapus.

“Selain itu, terkait PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau kontrak yang sebelumnya hanya boleh untuk jenis pekerjaan tertentu diubah menjadi untuk semua jenis pekerjaan,” tandasnya.

Ketentuan soal jangka waktu kerja kontrak dan outsourcing menurut Rieke juga bermasalah. Dalam ketentuan yang ada sekarang, jangka waktu kerja kontrak dan outsourcing di sektor penunjang seperti supir, keamanan, layanan kebersihan, serta jasa pertambangan, adalah 2 tahun ditambah 1 tahun bila masih ada pekerjaan.

“Itu diubah menjadi ditetapkan langsung 3 tahun, sehingga bila ada sisa pekerjaan, pekerja kontrak tidak bisa menjadi pekerja tetap. Terus pekerja yang berasal dari perusahaan penyalur tenaga kerja tidak bisa jadi pekerja tetap di perusahaan pemberi kerja, hanya menjadi pekerja tetap di perusahaan penyalur tenaga kerja itu. Masa mau di-outsourcing terus,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah didesak mayoritas fraksi yang ada di DPR, usulan revisi UU yang diajukan pemerintah tersebut akhirnya dikeluarkan dari Prioritas Program Legislasi Nasional 2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×