kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini pembicaraan Ketua MK dan SBY soal UU Pilkada


Senin, 29 September 2014 / 14:42 WIB
Ini pembicaraan Ketua MK dan SBY soal UU Pilkada
ILUSTRASI. Memerah, Harga Saham BUKA & GOTO Kompak Anjlok di Penutupan Bursa Rabu (12/4). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengungkapkan, dalam perbincangannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melalui telepon, Presiden menyampaikan kekecewaannya atas keputusan yang diambil DPR terkait RUU Pemilihan Kepala Daerah. Sebelumnya, Presiden SBY mengaku menelepon Ketua MK Hamdan Zoelva untuk meminta pendapat tentang RUU Pilkada.

"Presiden menyampaikan tentang dinamika pengambilan keputusan pada rapat paripurna DPR yang menurut Presiden tidak mendapatkan update terakhir dan tidak mendapatkan konfirmasi terakhir ketika pengambilan keputusan," ujar Hamdan, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (29/9/2014). 

Hamdan mengatakan, perbincangan antara dia dan SBY hanya seputar pengambilan keputusan pada rapat paripurna DPR dan soal praktik ketatanegaraan di Indonesia. Menurut Hamdan, ia juga menyampaikan kepada SBY tentang pengesahan sebuah RUU.

Ia mencontohkan, pada era Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Mega tidak memberikan tanda tangannya untuk mengesahkan RUU Pemekaran Kepulauan Riau. Namun, berdasarkan pasal 20 ayat 5 UUD 1945, meskipun Mega tidak menandatangani, undang-undang tersebut akhirnya tetap sah. "Saya hanya menyampaikan itu ke Presiden tidak ada pembicaraan lain," ucap Hamdan. 

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pendapat Mahkamah Konstitusi terkait pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menjadi UU, khususnya terkait Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 berbunyi, bahwa dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. 

"Sebelum diundangkan, saya terus berupaya apa cara yang dapat ditempuh dalam koridor konstitusi agar demokrasi kita tidak alami kemunduran, dan Undang-Undang Pilkada sesuai kehendak dan aspirasi rakyat Indonesia," kata Presiden dalam keterangan pers setibanya di Bandara Kansai, Osaka, Minggu (29/9/2014) malam, seperti dikutip Antara.

Setibanya di Bandara Kansai, Presiden SBY menelepon Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dan meminta pertimbangan mengenai proses penetapan RUU sebagaimana diatur pada Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945.

"Saya baru berkomunikasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi. Saya mengajukan pertanyaan yang sifatnya konsultasi antara Presiden dan Ketua Mahkamah Konstitusi," paparnya.

"Pertanyaan saya adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 jelas semangatnya RUU untuk menjadi undang-undang harus mendapat persetujuan bersama, jadi tidak otomatis hasil voting internal DPR berlaku dan presiden harus setuju," tambah SBY. (Fathur Rochman)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×