kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini empat rekomendasi ADB untuk tingkatkan penerimaan pajak negara di Asia Tenggara


Kamis, 18 Maret 2021 / 12:41 WIB
Ini empat rekomendasi ADB untuk tingkatkan penerimaan pajak negara di Asia Tenggara
ILUSTRASI. ilustrasi pajak, progersif, tanah, Property, rupiah. Kontan/Panji Indra


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asian Development Bank (ADB) merekomendasikan empat cara agar negara-negara di kawasan Asia Tenggara dapat meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini mengingat dampak pandemi virus corona telah memukul penerimaan pajak karena dipicu oleh aktivitas ekonomi yang menurun. 

Pertama, memperluas basis pajak untuk memberikan keadilan sosial, aktivitas ekonomi, sehingga bisa maksimalisasi pendapatan pajak. ADB menilai pajak warisan perlu diterapkan, mengingat semakin banyak orang kaya di Asia Tenggara. 

Hal tersebut bertujuan untuk menarik kewajiban para wajib pajak antar generasi. Untuk itu ADB mengimbau agar pemerintah mampu melawan tantangan administratif terkait pengungkapan dan penilaian harta warisan.

Kemudian, merancang ulang desain pajak properti secara progresif. Langkah ini dinilai cenderung mudah, mengingat wajib pajak sulit untuk menghindarinya karena aset properti tidak dapat dipindahkan.

Selanjutnya, mengenakan pajak berorientasi lingkungan seperti penggunaan bahan bakar fosil. Pemerintah diharapkan bisa mengkaji lebih lanjut keseimbangan antara pajak perusahaan energi fosil dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Baca Juga: Meterai Rp 6.000 dan Rp 10.000 palsu beredar, negara dirugikan hingga Rp 37 miliar

Lalu, meningkatkan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai (PPN) atas layanan digital. Namun pemerintah musti berhati-hati jangan sampai justru membahayakan pertumbuhan ekonomi di sektor digital. Selain itu bisa mengarah pada tindakan timbal balik dari konsumen luar negeri yang berpotensi membahayakan bagian pendapatan pajak di negara-negara Asia Tenggara.

Kedua, meningkatkan kepatuhan pajak dengan reformasi teknologi yang terseinergi. Misalnya, di Kamboja sudah meluncurkan satu portal online untuk pendaftaran izin berusaha dan pajak.

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kepatuhan formal. Dalam konteks Indonesia pelaporan PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) perlu diperketat. Cara ini diharapkan bisa sekaligus menjaring data para pedagang di e-commerce/market place.

Ketiga, memperbaiki administrasi perpajakan. ADB mengatakan transisi menuju e-administrasi dapat membuat pengajuan online lebih sederhana, memudahkan proses pembayaran pajak, dan meningkatkan komunikasi dengan pembayar pajak. Terutama untuk menjangkau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Misalnya, opsi pembayaran pajak baru di Thailand yang bisa melalui ATM, layanan loket, perbankan internet, perbankan seluler, serta pembayaran kartu kredit dan debit. Pasalnya layanan administrasi dapat dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi.

Keempat, mendukung kerjasama pajak lintas negara untuk memitigasi upaya penghindaran pajak. Otoritas pajak musti menjali kerjasama internasional yang kuat supaya kewajiban perpajakan perusahaan multinasional dan individu kaya dan berpenghasilan tinggi dapat digarap dengan optimal. 

“Pemerintah Asia Tenggara harus bekerjasama lebih erat satu sama lain untuk mengelola perencanaan pajak yang agresif dan memerangi penggelapan pajak. ADB telah menjadikan penanganan BEPS dan kerja sama pajak internasional sebagai prioritas utama,” tulis ADB dalam laporannya yang bertajuk Strengthening Domestic Resource Mobilization in Southeast Asia.

Selanjutnya: Tahun lalu minus 2,07%, pemerintah masih yakin ekonomi tumbuh 5% tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×