kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Go-Jek & Grab ogah ganti status


Kamis, 12 April 2018 / 13:04 WIB
Go-Jek & Grab ogah ganti status
ILUSTRASI.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada minggu ini dan terakhir Jumat nanti (13/4) akan menjadi batas akhir bagi perusahaan penyedia aplikasi transportasi online untuk mendaftarkan diri sebagai perusahaan transportasi, laiknya perusahaan sejenis pada umumnya.

Namun sepertinya, permintaan tegas dari pemerintah, terutama Kementerian Perhubungan belum mendapat tanggapan serius dari para penyedia transportasi online tersebut, dalam hal ini Go-Jek dan Grab Indonesia.

Malah, kedua perusahaan tersebut tidak mau memberikan komentar lebih rinci soal permintaan dari pemerintah tersebut.

Salah satunya dari manajemen Grab Indonesia justru mempersilahkan menanyakan kebijakan tersebut ke Kementerian Perhubungan (Kemhub). "Maaf, kalau yang itu lebih baik tanyakan langsung ke Bapak Menteri (Perhubungan)," kata Dewi Nuraini, Manajer Humas Grab Indonesia via pesan singkat ke KONTAN, Rabu (11/4).

Sejatinya, manajemen Grab Indonesia lewat Ridzki Kramadibrata, minggu lalu, memang belum bersikap soal rencana perubahan status perusahaan tersebut.

Meski begitu, manajeman Grab Indonesia sudah menanggapi permintaan Kemhub tersebut dengan meminta waktu untuk berdiskusi lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait. Ridzki sendiri menyatakan, pihaknya terbuka denga opsi tersebut.

Sedangkan perwakilan manajemen Go-Jek Indonesia, Rindu Ragila, Public Relations Manager Go-Jek Indonesia memilih tidak mengubris pesan singkat serta panggilan yang KONTAN layangkan terkait keharusan Go-Jek Indonesia mendaftarkan diri.

Melihat kisruh tersebut, pengamat teknologi diital dari Indonesia Information and Communication Technology ( ICT) Heru Sutadi menyatakan, memang status ideal bagi Go-Jek dan Grab adalah perusahaan penyedia aplikasi transportasi, bukan sebagai penyedia transportasi.

Salah satu persoalan adalah kedua perusahaan itu tidak mempunyai aset utama, yakni moda transportasi. Jika karena sistem pembayaran lewat aplikasi kedua perusahaan itu juga tak bisa dijadikan alasan kewajiban statusnya sebagai perusahaan transportasi. "Mereka hanya perusahaan aplikasi transportasi," katanya ke KONTAN (11/4).

Munculnya desakan supaya kedua perusahaan ini jadi perusahaan transportasi umum karena pemerintah kesal kedua perusahaan itu susah diatur. Izin merupakan alat mengatur dan membina karena ada hak dan kewajiban. yang harus dipenuhi perusahaan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×