kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DJSN usul kapitasi dokter jadi Rp 20.000/pasien


Senin, 24 Oktober 2016 / 18:22 WIB
DJSN usul kapitasi dokter jadi Rp 20.000/pasien


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Program Jaminan Sosial sektor Kesehatan masih belum berjalan efektif. Selain tidak meratanya tenaga kesehatan yang berada di fasilitas kesehatan (faskes), kecilnya nilai kapitasi yang dibayarkan kepada dokter juga menjadi persoalan.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Usman Sumantri mengatakan, saat ini tenaga medis baik dokter, dokter spesialis, perawat, bidan masih banyak ketimpangan. Mayoritas masih menumpuk di kota-kota besar.

Rasio ketersediaan dokter DKI Jakarta mencapai 165 orang dalam 100.000 penduduk. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebanyak 43 dokter per 100.000 penduduk. Sementara untuk dokter spesialis jumlahnya mencapai 59 dokter dalam 100.000 penduduk. Rata-rata Indonesia berada di angka 12 dokter per 100.000 penduduk.

Agar terjadi pemerataan, pemerintah musti melakukan terobosan. Untuk di daerah-daerah terpencil dan jumlah penduduknya sedikit perlu adanya intervensi anggaran. "Bagi dokter yang bekerja di daerah terpencil pemerintah harus membayar dengan nilai yang menarik minat," kata Usman, Senin (24/10).

Selain itu, agar kinerja dokter lebih baik DJSN mengusulkan perlu adanya revisi nilai kapitasi agar program Jamsos khususnya di tingkat klinik. Nilai kapitasi yang telah berlaku saat ini dinilai sudah terlalu kecil.

Bila saat ini nilai kapitasi yang diberikan kepada seorang dokter dihargai Rp 10.000 untuk setiap pasien, DJSN meminta agar dinaikkan mencapai Rp 15.000 per pasien - Rp 20.000 per pasien. Dengan kenaikan nilai kapitasi itu, kinerja dokter menjadi lebih baik.

Usman bilang, beban yang ditanggung oleh dokter yang berada di klinik lebih besar dibandingkan dengan Puskesmas. Untuk penyediaan obat misalnya, mereka tidak ada subsidi dari pemerintah. Selain itu beban pekerja pendukung yang lain ditanggung sendiri.

Anggota DJSN TB Rachmat Sentika menambahkan, terdapat empat sektor yang harus dibenahi agar faskes tingkat pertama dapat berjalan. Pertama, perbaikan kondisi bangunan faskes tingkat pertama. Saat ini hampir separuh dari jumlah faskes tingat pertama kondisinya rusak.

Kedua, sarana dan prasarana penunjang perlu ditingkatkan ketersediaannya. Ketiga, ketersediaan dokter yang kurang merata. Keempat, tata laksana dari faskes tingkat pertama. Pengelolaannya harus diubah sesuai dengan kebutuhan.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×