kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,27   6,81   0.74%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dilema regulasi dari inovasi produk rokok


Kamis, 26 Oktober 2017 / 14:05 WIB
Dilema regulasi dari inovasi produk rokok


| Editor: Tri Adi

Konsumsi rokok masih sangat besar di negara ini. Hasil riset di tahun 2017 menempatkan Indonesia di peringkat kelima negara dengan jumlah konsumen rokok terbesar di dunia. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, prevalensi perokok di Indonesia pada usia 15 tahun meningkat 36,3% dibandingkan dengan kondisi 1995 yang baru 27%.  

Melihat hal tersebut, perlu ada suatu langkah penanggulangan atas masalah itu. Pemerintah Indonesia seyogyanya mulai mempelajari inovasi produk alternatif yang memiliki risiko lebih rendah. Harapannya, produk alternatif tembakau ini bisa membantu perokok untuk mulai secara bertahap mengurangi konsumsi rokok.

Saat ini, terdapat berbagai produk alternatif tembakau seperti produk rokok elektrik atau yang sering disebut vape, nikotin tempel, snus serta produk tembakau yang dipanaskan dan bukan dibakar. Produk ini memang mengandung nikotin yang pada dasarnya juga terkandung dalam rokok reguler. Namun cara konsumsi rokok elektrik yang tidak dibakar memiliki potensi risiko yang jauh lebih rendah.

Nah, kebanyakan awam tahu bahwa zat nikotin yang ada dalam produk tembakau merupakan zat adiktif  yang bisa menyebabkan kecanduan dalam dosis tinggi. Tapi berbagai riset menunjukkan  bahwa yang berbahaya dari rokok adalah tar, hasil pembakaran produk tembakau. Tak cuma tembakau, apapun hasil pembakaran akan menghasilkan tar.

Punya potensi pasar

Karenanya, produk nikotin yang tidak dibakar memiliki potensi risiko kesehatan lebih rendah. Pada 2015, agensi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris Raya Public Health England (PHE) merilis hasil riset yang mengutarakan produk nikotin yang dipanaskan seperti rokok elektrik menurunkan risiko hingga 95% dari rokok konvensional. Inilah alasan kenapa komunitas vape enggan disebut perokok.

Di Indonesia, penggunaan produk tembakau alternatif terutama vape mulai menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Lantaran belum adanya regulasi yang mengatur produksi maupun penggunaan komoditas tersebut. Peran pemerintah sebagai regulator, tentunya dibutuhkan untuk mengatasi pro-kontra ini.

Namun dalam merumuskan kebijakan yang tepat seputar regulasi vape atau produk tembakau alternatif lainnya, pemerintah perlu banyak mengkaji fakta serta belajar dari negara maju yang telah terlebih dahulu berkutat dengan topik ini. Sehingga, regulasi yang nantinya dibuat bisa tepat sasaran dan tepat guna.

Seperti fakta pada 2015. Sebanyak 50 peneliti kesehatan dunia mengirim surat ke  World Health Organization (WHO) bahwa produk tembakau alternatif yang termasuk dalam tobacco harm reduction products punya potensi besar dalam mengurangi beban penyakit terkait rokok dan disebut sebagai inovasi kesehatan terbesar di abad 21. Penelitian dari Columbia University dan Rutgers University pada 2017 juga menyebut setengah dari perokok aktif yang diteliti berhenti merokok setelah  ganti dengan vape.

Melihat hal itu, US Food and Drug Administration (FDA) berencana meregulasi produk  tembakau dan nikotin di Amerika Serikat berdasarkan pada argumen "kontinum risiko" tahun ini. FDA bermaksud mendorong proses peralihan konsumsi rokok reguler ke produk tembakau alternatif dan nikotin tanpa pembakaran.

Bercermin dari fakta di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produk tembakau alternatif memiliki potensi besar untuk membantu Pemerintah Indonesia menghadirkan solusi atas kecanduan rokok, serta mampu menjadi kerangka kerja dalam upaya penurunan bahaya rokok terutama bagi perokok yang sudah terlanjur menderita adiksi dan kesulitan untuk lepas dari kebiasaannya.

Melihat besarnya potensi produk tembakau alternatif tersebut serta reaksi positif dunia, tentu kurang bijak bagi Pemerintah Indonesia untuk menerbitkan sebuah regulasi yang melarang peredaran produk alternatif tersebut. Sebaliknya, temuan ini bisa menjadi referensi bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang strategis dan tepat guna.

Selain itu, dari sisi kebijakan publik terkait kesehatan dan sains, regulasi seperti ini tentulah masuk akal. Semua perusahaan penghasil produk tembakau alternatif memang harus melarang penjualan kepada anak di bawah umur. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan langsung kepada produsen agar semua produk yang dikonsumsi aman menurut standardisasi pemerintah.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×