kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cuti Lebaran (ke)panjang(an)


Senin, 30 April 2018 / 13:37 WIB
Cuti Lebaran (ke)panjang(an)


| Editor: Tri Adi

Pemerintah memutuskan untuk menambah jatah cuti bersama, dari sebelumnya empat hari menjadi tujuh hari pada libur Lebaran tahun ini. Keputusan tersebut dituangkan lewat revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Pada surat keputusan yang baru, ada tambahan cuti bersama untuk tanggal 11, 12, dan 20 Juni 2018. Dengan demikian, libur Lebaran akan berlangsung selama sepuluh hari. Dapat dikatakan, pelaksanaan cuti bersama Lebaran tahun ini merupakan rekor libur Lebaran terlama dari yang pernah diterapkan sebelumnya di Indonesia.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pemerintah dalam menerapkan kebijakan ini. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, salah satu pertimbangan utama penambahan cuti bersama adalah mengurai arus lalu lintas sebelum dan sesudah Lebaran. Karena, waktu libur yang lebih panjang memberikan pilihan lebih banyak bagi masyarakat untuk menentukan waktu mudik yang lebih fleksibel.

Hanya saja, kebijakan cuti Lebaran ini menimbulkan polemik.

Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tentu hal ini menjadi kabar menggembirakan. Selain itu, para pelaku ritel dan industri yang bergerak di sektor pariwisata juga akan menangguk untung dengan adanya kebijakan ini. Cuti Lebaran yang panjang dinilai akan mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Kebijakan ini juga diyakini akan mendorong masyarakat untuk berwisata. Ujung-ujungnya, konsumsi masyarakat di industri hiburan ikut terkerek karena tempat-tempat wisata akan dipenuhi pengunjung.

Di sisi lain, ada sebagian pihak yang tidak senang dengan kebijakan tersebut. Bursa Efek Indonesia (BEI), misalnya. Direktur Utama BEI Tito Sulistio bahkan menuding kebijakan cuti Lebaran yang panjang sebagai penyebab anjloknya indeks pada Rabu (25/4) lalu. Pada penutupan hari itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,4% atau 149 poin ke level 6.079,85.

Tito berpendapat, indeks jeblok karena berbagai persepsi asing yang mendengar adanya libur panjang di Indonesia. Saat ini, dikurangi libur weekend, libur bursa sudah mencapai 22–23 hari. Jumlah ini lebih besar dari rata-rata jumlah libur bursa yang ada di wilayah Asia Tenggara yang rata-rata adalah sebesar 18 hari.

Tidak dapat dipungkiri, kebijakan ini turut mempengaruhi perekonomian secara luas. Mengutip Kontan.co.id (19/4), Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, penambahan libur Lebaran dapat mempengaruhi produktivitas masyarakat. Pada akhirnya, ini akan berdampak pada penerimaan PDB dari sisi bisnis perdagangan dan investasi karena bisa mempengaruhi 71% komponen PDB.

Sebagai karyawan swasta, saya pribadi lebih senang jika cuti bersama saat Lebaran dipersingkat. Saya tidak happy karena kebijakan tersebut mengurangi jumlah cuti tahunan yang saya miliki. Istilah lainnya, saya ‘dipaksa’ untuk cuti saat Lebaran. Padahal, ada kemungkinan kalau saya atau sebagian karyawan swasta lainnya membutuhkan waktu cuti tersebut di waktu yang lebih mendesak. Akan lebih baik jika pemerintah tidak terlalu mengatur pelaksanaan cuti bersama masyarakat. Cukup atur hari libur nasionalnya saja. Sebab, kebutuhan libur setiap individu pasti berbeda. Jika dikatakan libur yang lebih panjang akan mendongkrak konsumsi dan wisata, hal ini perlu dibuktikan dulu kebenarannya. Konsumsi dan wisata hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki dana. Bagi yang tidak? Tentu lain lagi ceritanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×