kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPKH peroleh Rp 1,49 triliun dari pengecualian pajak pengelolaan dana haji


Rabu, 10 Maret 2021 / 18:18 WIB
BPKH peroleh Rp 1,49 triliun dari pengecualian pajak pengelolaan dana haji
ILUSTRASI. Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan BPKH peroleh Rp 1,49 triliun dari pengecualian pajak pengelolaan dana haji


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan memberikan pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) terhadap dana kelolaan haji yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kebijakan ini merupakan insentif bagi ekonomi dan  keuangan syariah. 

Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan, kebijakan tersebut memiliki implikasi yang sangat besar bagi BPKH maupun ekonomi dan keuangan syariah karena size dana kelolaan BPKH akan semakin besar karena manajer investasi maupun bank penerima setoran dana haji tidak lagi jadi wajib pungut (wapu).

Jika sebelumnya nilai manfaat dana haji yang ditempatkan di wapu dipungut pajak 20% untuk masuk ke kas negara, maka sekarang seluruhnya sudah akan jadi dana bergulir.

Aggito bilang, dari nilai manfaat yang dihasilkan BPKH tahun 2020 besaran pajak yang seharusnya disetor ke negara mencapai Rp 1,49 triliun. 

"Dengan pengecualian pajak tersebut, tahun nilai manfaat BPKH yang akan bergulir akan bertambah sebesar 1,49 triliun. Dana itu akan bergulir dan jadi tambahan likuiditas di bank sebelum digunakan atau disetor ke BPKH," jelas Anggito dalam webinar, Rabu (10/3).

Baca Juga: Pengecualian PPh akan menambah nilai manfaat BPKH Rp 1,5 triliun

Dana haji yang dikelola BPKH per Desember 2020 sebesar Rp 144,7 triliun atau naik 15,05% dari tahun sebelumnya. Dana kelolaan ini menghasilkan nilai manfaat Rp 7,42 triliun. Alokasi portofolio BPKH sudah ada undang-undangnya dimana tahun ini 69% ditempatkan di lembaga keuangan syariah dan 31% untuk investasi atau dikembangkan.

Anggito menjelaskan, pengecualian pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 18/2021 itu terdiri dari, pertama, pengecualian pajak untuk imbal hasil dari giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 

Kedua, imbal hasil dari obligasi syariah (sukuk), surat berharga syariah, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia. 

Ketiga, dividen yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri atau penghasilan lain berupa penghasilan setelah pajak atau penghasilan yang pajaknya dikecualikan atau dikenakan pajak 0 persen dari suatu bentuk usaha tetap maupun tidak melalui bentuk usaha tetap di luar negeri. 

Baca Juga: BPKH mengapresiasi pengecualian pajak untuk pengelolaan dana haji

Keempat, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif yang dapat berupa imbal hasil dari reksadana syariah, kontrak investasi kolektif efek beragun aset, kontrak investasi kolektif dana investasi real estat, kontrak investasi kolektif dana investasi infrastruktur, dan/atau kontrak investasi kolektif berdasarkan prinsip syariah sejenis. 

Kelima, penjualan investasi dalam bentuk emas batangan atau rekening emas yang dikelola lembaga keuangan syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Selanjutnya: Wapres: Bank Muamalat boleh sakit, tapi tak boleh mati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×