kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPKH akan pindahkan Rp 15 triliun dana haji dari deposito ke instrumen investasi lain


Rabu, 28 Februari 2018 / 16:17 WIB
BPKH akan pindahkan Rp 15 triliun dana haji dari deposito ke instrumen investasi lain
ILUSTRASI. Ibadah Haji


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berencana untuk mengalokasikan sebagian besar dana haji yang ditempatkan di deposito untuk dipindahkan ke instrumen investasi lain dalam waktu dekat. Maklum, Anggota Badan Pelaksana BPKH Benny Witjaksono mengatakan saat ini ada sekitar 65% dana haji mengendap di instrumen deposito perbankan.

Hal menurut Benny sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2018, secara garis besar PP tersebut mengatur tentang batasan investasi dana haji. Dalam PP tersebut, dijelaskan bahwa 5% dana dialokasikan ke instrumen investasi emas, 10% untuk investasi lain dan 20% investasi langsung sementara sisanya masuk di surat berharga syariah negara (SBSN).

Adapun, yang menjadi pekerjaan rumah bagi BPKH yakni untuk mengubah alokasi dana yang mengendap di deposito untuk turun sedikitnya ke level 50%. "Batasan penempatan dana di perbankan tahun ini 50%, makanya kalau sekarang 65% harus diturunkan yang ada di deposito dan giro ke investasi," jelasnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (28/2).

Artinya, apabila per awal tahun 2018 BPKH telah mengelola Rp 104 triliun dana haji, Benny menyebut ada sekitar Rp 15 triliun dana haji di bank syariah yang harus dialokasikan ke instrumen investasi lain.

BPKH menyebut, pemerintah memprioritaskan agar dana tersebut masuk ke sukuk negara (SBSN). Alasannya, agar dana haji dapat digunakan sebagai alternatif anggaran program pemerintah, semisal untuk subsidi ke petugas haji, subsidi Kementerian Agama, subsidi Kementerian Kesehatan untuk layanan jemaah haji dan juga infrastruktur.

Kendati demikian, ada sejumlah proposal investasi lain yang menjadi pertimbangan bagi BPKH. Salah satunya yakni green bonds atau surat utang berwawasan lingkungan. Hanya saja, dalam penerapannya saat ini green bonds belum memiliki produk untuk syariah yakni sukuk.

"Itu (green bonds) bagian dari rencana kita, tapi balik lagi kalaupun kita mau. Barangnya tidak ada, karena syariah tidak gampang," ujarnya.

Adapun, menurutnya green bonds pun dari sisi imbal hasil alias yield dinilai masih belum memuaskan. Asal tahu saja, BPKH menarget yield instrumen investasi berada di level 5,6% secara net atau sekitar 6% secara gross. Jumlah ini sudah berada di atas yield normal perbankan 4,9%.

Sementara untuk investasi langsung, Benny menyebut sudah ada beberapa pihak yang mengajukan proposal kepada BPKH. Hanya saja untuk saat ini, pihaknya masih fokus untuk membereskan struktur organisasi dari internal BPKH terlebih dahulu.

"Ada beberapa yang ajukan proposal, kami selesaikan dengan internal kita dulu. Kalau beres nanti baru bisa ada ajukan. Ada komite proses pengambilan keputusan yang dibuat," tambahnya.

Selain beberapa pilihan investasi tersebut, BPKH juga tengah mengkaji investasi sarana haji di Arab Saudi untuk jangka pendek. Nantinya BPKH juga berniat masuk ke bisnis penerbangan jemaah haji, berupa kontrak multiyears.

Sementara untuk investasi dalam bentuk emas, Benny menyebut tahun ini BPKH baru akan melakukan kajian terkait hal tersebut. "Investasi lainnya dengan perbankan syariah mengenai akad mudharabah muqayyadah (direct investment), kami lakukan studi dengan OJK juga," jelasnya.

Sekadar informasi saja, pada tahun 2018, BPKH menargetkan dapat mengelola dana haji mencapai Rp 110 triliun. Adapun nilai manfaat setelah pajak yang didapat per tahun ini sebesar Rp 6 triliun dengan yield sekitar 6% sampai 7%. Total kelolaan dana haji tersebut juga didapat dari asumsi penambahan jumlah jemaah sebanyak 550.000 orang. Per Januari 2018, total dana kelolaan akumulasi BPKH telah mencapai Rp 104 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×