kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berikut aturan baru perihal ketentuan impor


Minggu, 05 Juli 2015 / 23:09 WIB
Berikut aturan baru perihal ketentuan impor


Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Berbagai langkah dilakukan pemerintah untuk dapat menekan waktu bongkar muat di pelabuhan. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku importir yang terindikasi sengaja memperlama waktu tunggu pelayanan kapal dan barang (dwelling time) lebih dari lima hari, pemerintah juga revisi peraturan mengenai ketentuan impor.

Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 48/M-DAG/PER/7/2015 yang menggantikan Permendag No 54/M-DAG/PER/10/2009 tentang ketentuan umum di bidang impor. Meski ditandatangani pada 3 Juli, namun kebijakan tersebut mulai efektif pada 1 Januari 2016.

Pasal 7 ayat 1 dalam peraturan itu dikatakan, importir wajib memiliki perizinan impor atas barang yang dibatasi impornya sebelum masuk ke dalam daerah pabean. Bagi importir yang tidak memiliki perizinan impor pada saat barang yang diimpor masuk ke daerah pabean akan dikenakan sanksi pembekuan angka pengenal impor (API).

Sementara, untuk barang yang diimpor tidak memiliki perizinan wajib diekspor kembali oleh importir. "Tujuan kita ini kan untuk membuat kemudahan dan kelancaran, bukan untuk kesulitan, apalagi jelang MEA, kalau tidak selesaikan sekarang akan banyak masalah dwelling time di pelabuhan. Yang menciptakan cost tinggi," kata Rachmat akhir pekan ini.

Dalam peraturan sebelumnya ketentuan ini belum diatur, sehingga importir memasukkan barang ke daerah pabean Indonesia sebelum memiliki izin. Akibatnya, proses perizinan baru dilakukan oleh importir setelah barang memasuki daerah pabean.

Deputi II Bidang Koordinasi Sumberdaya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Agung Kuswandono mengatakan, pihaknya mendukung langkah Kemdag dengan mengeluarkan regulasi yang baru tersebut. Pasalnya, bila kondisi ini tidak segera diselesaikan maka Indonesia akan kalah bersaing, apalagi awal tahun depan sudah mulai berjalan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Agung menambahkan, langkah perbaikan ini bukan hanya menyasar kalangna importir saja, namun juga di Kementerian dan Lembaga. "Jangan anggap pemerintah hanya membebani pada importir. Tapi kita saat ini sedang melakukan koordinasi seluruh KL, kita potong apa yang membuat dwell time menjadi tinggi," ujar Agung.

Ketua II Bidang Perdagangan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Erwin Taufan mengatakan, langkah pemerintah dengan merevisi peraturan yang baru tersebut sebenarnya tidak memberikan dampak yang signifikan bila tidak dibarengi dengan perbaikan koordinasi antar Kementerian dan lembaga yang terkait.

Menurut Erwin, pemerintah seharusnya melihat secara keseluruhan bukan sepotong-sepotong. 18 kementerian dan Lembaga yang terlibat dalam kegiatan ekspor impor harus saling bersinergi, sebenarnya yang perlu ditekankan adalah mengenai pengawasan di lapangan.

"Permasalahannya adalah bagaimana tingkat pengawasannya tersebut. Regulasi antara kementerian yang lain dengan kementerian yang ada itu tidak sinergi," kata Erwin. Secara umum, Erwin mengatakan isi dalam kebijakan tersebut tidak berbeda jauh dengan peraturan yang lama.

Surat Persetujuan Impor (SPI) yang dikeluarkan oleh Kemdag tersebut merupakan rangkaian dari perizinan dari kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Perindustrian (Kemperin), Kementerian Pertanian (Kemtan), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×