Beda Ahok dan Sumarsono menghadapi DPRD DKI

Kamis, 08 Desember 2016 | 10:45 WIB Sumber: Kompas.com
Beda Ahok dan Sumarsono menghadapi DPRD DKI


JAKARTA. Ada perbedaan mendasar antara sikap Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono dalam menghadapi DPRD DKI.

Sumarsono bertekad menjalin hubungan baik dengan DPRD DKI selama menggantikan Basuki atau Ahok memimpin Jakarta.

Sumarsono yakin hubungan yang baik itu bisa memberi dampak positif bagi pemerintahan. Salah satunya terkait dengan target pengesahan APBD DKI 2017.

Dia menargetkan, APBD DKI 2017 disahkan pada 19 Desember 2016. Jika benar terjadi, itu merupakan pengesahan APBD DKI tercepat dan paling tepat waktu selama kepemimpinan Ahok.

Sumarsono mengatakan, kunci sukses pengesahan APBD DKI yang tepat waktu adalah kerja sama yang baik dengan DPRD DKI.

"Karena kita komunikasi interaktif kepada DPRD hingga mengena di hati mereka, karena kita meng-wong-kan mereka, mengorangkan DPRD. Itu saja kuncinya," ujar Sumarsono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (7/12).

Sumarsono mengatakan, hubungan yang baik dengan mitra Pemprov DKI, seperti DPRD DKI,  dalam pembahasan anggaran ini merupakan hal penting.

Adapun proses pembahasan RAPBD saat ini sudah masuk ke pembahasan di komisi-komisi.

"Dengan DPRD kita bangun kerjasama yang baik sehingga APBD lancar, perda lancar dan selesai tepat waktu. Di pemerintahan, saya bangun kerjasama baik dengan stakeholder yang ada," ujar Sumarsono.

Kemarin, Sumarsono juga membela hak-hak DPRD dalam membahas anggaran. Kenaikan nilai RAPBD DKI 2017 hingga Rp 70,8 triliun disebut-sebut karena program usulan DPRD DKI.

Kendati demikian, Sumarsono membantah adanya program-program titipan itu. Menurut dia, sudah sewajarnya penyusunan RAPBD 2017 DKI dilakukan bersama-sama antara Pemprov DKI dan DPRD DKI.

Jika dalam penyusunan bersama itu terjadi perubahan, itu juga merupakan hal yang wajar.

"Kalau DPRD enggak boleh mengubah-ubah, dan dinamika pembahasan tidak kita akomodasikan, mereka patung namanya," kata Sumarsono.

"Mereka kan juga orang punya pikiran, punya ide, aspirasi, gagasan. Mereka mitra kerja karena kita pemerintahan ada eksekutif ada legislatif," tambah Sumarsono.

Ia meminta agar kenaikan nilai RAPBD DKI 2017 tidak disebut untuk mengakomodasi kepentingan DPRD DKI.

"Jangan berpikiran, jangan-jangan ada titipan. Oh tidak ada. Zaman sudah berubah, enggak ada yang berani seperti itu," kata Sumarsono.

Sikap Sumarsono yang membela DPRD DKI bukan kali ini saja ditunjukan. Sebelumnya, Sumarsono sempat menghentikan sementara 14 proyek lelang.

Hal ini dikarenakan DPRD DKI memprotes lelang yang sudah dilakukan sebelum KUA-PPAS 2017 dibahas bersama.

Ahok dan DPRD DKI

Sikap Sumarsono terhadap DPRD DKI berbeda jauh dengan Ahok. Selama ini, hubungan antara Ahok dan DPRD DKI selalu tarik ulur.

Bahkan, sebelum cuti untuk mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017, Ahok sempat mencurigai DPRD akan macam-macam selama pembahasan anggaran.

Dia tidak tahu apakah pelaksana tugas yang menggantikannya nanti akan jujur dan berani melawan DPRD DKI jika ada indikasi anggaran siluman lagi. 

Ahok khawatir APBD DKI 2017 tidak disusun dengan benar jika dia cuti kampanye.

"Terus begitu saya masuk lagi, yang disusun kacau balau. Padahal, tidak terpilih pun, saya masih menjabat sampai Oktober 2017 lho," ujar dia.

Sebenarnya, ada juga kejadian buruk tentang Ahok, DPRD DKI, dan pembahasan anggaran.

DPRD DKI pernah marah kepada Ahok. Ketika itu, Ahok mengirimkan draf APBD DKI 2015 yang bukan hasil pembahasan dengan DPRD DKI kepada Kementerian Dalam Negeri.

Saat hubungan Ahok dan DPRD DKI Jakarta ini menegang, Ahok melontarkan pernyataannya untuk DPRD DKI Jakarta. "Pemahaman nenek lu," kata Ahok ketika itu.

Pernyataan "Pemahaman nenek lu" ini dilontarkan Ahok saat mengetahui bahwa DPRD mengusulkan anggaran sebesar Rp 8,8 triliun untuk dapat masuk ke APBD 2015.

Ahok pun menulis "Anggaran pemahaman nenek lu" di usulan tersebut. Akhirnya, APBD pada 2015 disahkan dengan menggunakan peraturan gubernur.

Hal ini karena tidak ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif.

Tahun itu, DPRD DKI juga menggunakan hak angket untuk membuktikan pelanggaran hukum yang dilakukan Ahok dengan mengirim draf APBD DKI bukan hasil pembahasan.

Untungnya, kejadian semacam itu tidak terulang pada pembahasan APBD DKI 2016.

APBD DKI 2016 berhasil disahkan dengan menggunakan peraturan daerah. Ahok dan pimpinan DPRD tampak sangat senang ketika pengesahan itu.

"Saya kembali mengajak DPRD untuk meningkatkan nilai-nilai semangat kemitraan antara DPRD Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Akhirnya, sekali lagi, eksekutif menyampaikan terima kasih kepada segenap anggota Dewan," kata Ahok ketika itu. (Jessi Carina)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia

Terbaru