kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bahkan, Istana Negara belum tercatat aset negara


Rabu, 02 November 2016 / 15:19 WIB
Bahkan, Istana Negara belum tercatat aset negara


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Dalam pelajaran sejarah Indonesia, kita pasti pernah mendengar cerita pembangunan jalan yang terbentang dari ujung barat hingga timur pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Jalan itu dibangun ketika Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda dengan gubernur Jenderalnya saat itu Herman WIlliam Deandels.

Jalan itu merupakan jalan terpanjang yang pernah dibangun di Indonesia, yaitu kurang lebih 1.000 kilometer (KM). Namun, tahukan anda meski dibangun sekitar abad ke-18, jalan itu belum pernah tercatat dalam pembukuan negara sebagai aset negara.

Pemerintah baru melakukan valuasi terhadap jalan yang dulu bernama jalan raya pos itu pada sepuluh tahun terakhir. Yaitu sejak dibentuknya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho, nilai aset jalan raya Anyer-Panarukan mencapai Rp 109 triliun. "Itu merupakan salah satu aset yang kami nilai," kata Sonny, Rabu (2/11) di Jakarta.

Kita tahu, jalan Anyer-Panarukan memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Salah satunya, mengenai bagaimana pemerintah kolonial menerapkan kebijakan kerja paksa kepada rakyat Indonesia.

Sehingga, banyak masyarakat yang berkorban nyawa kala itu, dipasa mengerjakan proyek ambisius pemerintah kolonial. Dalam berbagai sumber sejarah dikatakan, tujuan pembangunan jalan itu adalah untuk kepentingan perang pemerintah kolonial. Terutama untuk mendukung sistem transportasi logistik.

Selain Jalan Anyer-Panarukan DJKN juga melaukan penilaian dan pencatatan terhadap jutaan aset lainnya. Termasuk Istana Negara, yang sejak negara ini berdiri belum pernah tercatat secara akuntansi sebagai milik negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak mungkin bisa mengelola kekayaan negara jika tidak memasukannya dalam neraca keuangan. Untuk bisa memasukannya ke dalam neraca, pertama kali harus dinilai lebih dulu nilai asetnya.

Keberadaan DJKN dianggap sebagai langkah awal dalam membangun sistem pengelolaan kekayaan negara yang kredibel. Sejak negara ini didirikan, hingga tahun 2006 lalu, Indonesia tidak memiliki neraca keuangan sama sekali.

Oleh karenanya, Ia tidak heran kalau ada kekayaan negara yang berubah title dan berpindah tangan. Sebab, tida ada dokumen yang secara spesifik mencatat kekayaan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×