kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,79   -11,72   -1.25%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi: Bisnis obat bisa tumbuh 5%-10% di 2017


Kamis, 02 November 2017 / 20:51 WIB
Asosiasi: Bisnis obat bisa tumbuh 5%-10% di 2017


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis farmasi belum mengalami kenaikan yang besar saat ini. Pasalnya, harga jual obat tidak naik sementara harga bahan baku melonjak.

"Secara volume tampaknya ada kenaikan, namun harga obat seperti BPJS itu tergolong murah," kata Ketua Litbang GP Farmasi Indonesia Vincent Harijanto kepada KONTAN (2/11).

Meski tidak bisa menyebutkan angkanya, namun Vincent mengatakan bahwa obat tender Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mendominasi pasar obat-obatan.

Sedangkan perkembangan pasar obat secara nilai sampai dengan kuartal ketiga 2017, GP Farmasi memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 5% dibandingkan kuartal ketiga tahun lalu. "Jumlah ini tidak besar tidak sampai dobel digit," ujar Vincent.

Pun demikian, Vincent memproyeksi sampai akhir tahun bisnis obat-obatan nasional punya peluang tumbuh 5-10%. Meski begitu, kata Vincent, kondisi pasar belum cukup baik.

"Ada dua persoalan, pertama soal peraturan proteksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China menekan produksi bahan baku obat. Kedua, karena bahan baku banyak yang impor dari China, mata uang uuan yang menguat terhadap Dolar mempengaruhi harga bahan baku itu sendiri," urai Vincent.

China diketahui melakukan enviromental protection terhadap industri kimia, dengan standar yang ketat pabrikan yang dianggap tidak layak beroperasi dipaksa tutup. Hal ini menyebabkan pasokan bahan baku menjadi semakin berkurang.

Sementara itu, bahan baku farmasi Indonesia kebanyakan diimpor dari China dengan menggunakan dollar AS. Mata uang uuan yang menguat terhadap dollar AS akhir-akhir ini melambungkan hargan bahan baku.

"Padahal hampir 95% kebutuhan bahan baku obat saat ini impor," terang Vincent.

Dikarenakan kecilnya margin obat BPJS, menurut Vincent, industri farmasi harus pandai-pandai menyikapi ini dengan melakukan pengembangan produk yang lebih bernilai tambah. "Seperti produksi obat-obat tertentu, misalnya obat khusus Kanker atau penyakit dalam lainnya," sbeut Vincent.

Tidak harus obat resep, produk Over The Counter (OTC) pun bisa dimanfaatkan dan consumer health product. Seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang menuai peningkatan penjualan consumer health untuk segmen bisnis nutrisi.

Sampai dengan kuartal ketiga, perseroan memperoleh peningkatan penjualan 4,5% menjadi Rp 15,09 triliun. Segmen bisnis obat resep hanya tumbuh 5,6% dari Rp 3,38 triliun menjadi Rp 3,57 triliun. Sedangkan segmen bisnis Nutrisi tumbuh pesat 9,5% dari Rp 4,07 triliun menjadi Rp 4,46 triliun.

Salah satu produk consumer health milik KLBF yang digenjot ialah Hydro Coco. Perseroan mengklaim mampu menjual 50 juta kemasan tahun lalu dan bakal menargetkan pertumbuhan dobel digit tahun ini untuk penjualan produk tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×