kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aset masih dikuasai negara, jamaah korban First Travel ancam batalkan perdamaian


Selasa, 12 Februari 2019 / 18:15 WIB
Aset masih dikuasai negara, jamaah korban First Travel ancam batalkan perdamaian


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para jamaah PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) yang masuk dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) mengancam akan batalkan perdamaian.

Hal itu akan dilakukan bila belum ada kejelasan aset-aset milik perusahaan dan kedua bosnya Andika Surachman dan Anissa Hasibuan.

Sejauh ini, aset-aset tersebut  masih berstatus dirampas untuk negara, meskipun Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi kedua bos First Travel itu. MA menilai, sulit menentukan dari 63.000 korban jamaah siapa korban atas aset yang nilainya hanya Rp 8,8 miliar.Demi kepastian hukum, aset itu disita untuk negara.

Kuasa hukum para jamaah First Travel yang masuk dalam proses PKPU Anggi Kusuma Perdana mengatakan, keputusan MA tersebut pasti akan berpengaruh dalam proposal perdamaian yang telah dihomologasi Mei tahun lalu.

Pasalnya, dengan status aset yang belum jelas ini membuat debitur tidak bisa melaksanakam proposal perdamaian. "Secara hukum, kalau terkait proposal perdamaian PKPU paling dimungkinkan ada yang ajukan pembatalan perdamaian," kata Anggi saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (12/2).

Meski begitu,  ia mengaku, saat ini para jamaah masih belum menentukan sikap apa yang akan dilakukan pasca putusan MA ini. "Tapi kalau secara konteks, ketika dalam hal ini debitur lalai dalam perjanjian PKPU maka harus dibatalkan. Kalau tidak mau, mau harus tempuh upaya lain dateng seperti datang ke LP nagih atau gimana," jelas Anggi.

Keputusan MA ini sebenarnya merugikan para jamaah karena perkara ini tidak merugikan negara. "Seharunya aset diserahkan ke jamaah," tutur dia.

Meski begitu, ia meyakini aset Yang saat ini dirampas negara tidak sebanding dengan kerugian yang timbul sebesar Rp 905 miliar. Maka itu, Anggi menyampaikan, para jamaah saat ini sudah dalam tahap menilai utang ini merupakan utang akhirat.

"Karena mereka syariah jadi berpikirnya juga logis secara agama yaitu utangnya sudah sampai akhirat bukan lagi di dunia," tambah Anggi.

Hal yang sama juga dikatakan salah satu pengurus PKPU First Travel Abdillah yang mengatakan, masih menunggu sikap dari para jamaah. Meskipun saat ini tugasnya sudah selesai saat homologasi terwujud Mei 2018.

"Yang bisa dilakukan adalah melakukan pembatalan homologasi, sehingga nantinya jatuh pailit," ujar dia.

Tapi ia menyikapi apa yg dijanjikan debitur dalam perjanjian perdamaian yang sudah dihomologasi, dimana dalam perjanjian perdamaian tersebut debitur akan mulai melakukan pemberangkatan jamaah dalam 6-12 bulan sejak tgl pengesahan homologasi.

"Jadi apabila sampai bulan Mei 2019 tidak ada pemberangkatan maka AA/FT sudah dianggap melanggar perjanjian perdamaian," tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×