kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apindo: Tapera membebani pengusaha


Selasa, 12 Desember 2017 / 21:21 WIB
Apindo: Tapera membebani pengusaha


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski baru akan dilaksanakan kepada swasta pada 2023, pihak pengusaha sudah keberatan atas implementasi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Apindo misalnya mengatakan implementasi Tapera jelas akan membebani pengusaha, lantaran pengusaha saat ini telah tanggung beban banyak terkait program jaminan sosial.

"Ibaratnya Tapera ini bayi, walau baru diimplementasikan pada lima tahun mendatang, tetap saja tak akan efektif dan membebani pengusaha," katanya saat dihubungi KONTAN, Selasa (12/12).

Sebelumnya Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan komposisi iuran Tapera telah ditetapkan lantaran tim harmonisasi Tapera telah selesai melakukan pembahasan.

"Iya sudah ditetapkan sebesar 3%, di mana pembagiannya pekerja dibebankan 2,5%, dan pemberi kerja 0,5%," kata Lana saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (11/12).

Lana menambahkan, sesuai amanat UU Tapera, implementasi akan dilaksanakan mulai tahun depan. Dengan menyasar PNS, TNI, Polri, pegawai BUMN dan BUMD.

"Swasta akan diberi waktu lima tahun untuk ikut serta sebagai peserta," sambung Lana.

Senada dengan Hariyadi, Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani juga menolak implementasi Tapera.

Alih-alih membuat iuran baru, Shinta menyarankan agar iuran Tapera seharusnya diambil dari dana jangka panjang yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.

"Kami menolak jika Tapera mengenakan tambahan pungutan dan menyarankan mengambil pendanaannya dari dana jangka panjang seperti BPJS Ketenagakerjaan," kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id.

Hariyadi turut mendukung ide Shinta, sebab katanya BPJS Ketenagakerjaan sendiri telah miliki program serupa. Hanya saja serapannya tak maksimal.

"2017 BPJS Ketenagakerjaan kan sudah alokasikan Rp 60 triliun untuk program perumahan, tapi yang terserap hanya Rp 200 miliar," timpal Hariyadi.

Hariyadi menambahkan, masalah utama tak terserapnya dana tersebut lantaran para pekerja dianggap tak memenuhi kriteria bank untuk mendapatkan kredit.

Asumsi Hariyadi ini juga didukung oleh Ristadi, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN).

Ristadi juga menilai implementasi Tapera kelak tak akan efektif, lantaran pekerja akan terhalang soal kelaikan finansial tersebut.

"Karena untuk ajukan kredit rumah kan harus lewat BI Checking, sementara itu pekerja juga miliki cicilan lain misalnya kendaraan, dan itu pasti tak akan diloloskan," katanya kepada Kontan.co.id.

Ristadi juga menambahkan, selain keberatan soal.iuran, ia juga menilai implementasi Tapera justru munculkan kompetisi yang tak sehat dengan BPJS Ketenagakerjaan.

"Akan ada persaingan yang tak sehat antara BPJS Ketenagakerjaan dan Tapera, karena BPJS Ketenagakerjaan memberikan bantuan perumahan dalam rangka menjaring peserta. Kalau sudah ada Tapera buat apa ikut BPJS Ketenagakerjaan?" Jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×