kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Upah murah menjadikan Jawa primadona investasi


Rabu, 20 Desember 2017 / 11:19 WIB
Upah murah menjadikan Jawa primadona investasi


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upah buruh murah menjadi salah satu alasan mengapa Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami pertumbuhan investasi yang lebih besar dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Selain upah yang kompetitif, dua daerah itu banyak disasar investor karena dekat dengan pasar dan pusat pemerintahan.

Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengakui, ada relasi antara nomimal upah dan masuknya investasi di suatu daerah. "Di mana upah rendah, pasti akan menarik investor," katanya kepada KONTAN, Selasa (19/12).

Namun menurutnya, faktor upah bukanlah satu-satunya yang menjadi pertimbangan calon investor. Ada juga faktor lain yang menarik investor seperti efisiensi dan logistik.  Contohnya untuk industri manufaktur, Pulau Jawa tetap masih primadona. 

Dengan kondisi itu, tidak mengherankan jika Pulau Jawa menarik untuk industri padat karya dan yang berorientasi ekspor. Selain karena jumlah penduduknya banyak, pelabuhan di Palau Jawa juga menjadi gerbang utama ekspor impor. Sementara industri dengan bahan baku seperti tambang dan minyak kelapa sawit mengincar luar Jawa. 

Pulau Jawa dominan

Korelasi antara upah dan investasi dapat dilihat dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM merilis hingga triwulan III 2017, gabungan lima provinsi di Pulau Jawa, di luar Yogyakarta bisa mencapai 57,1% total investasi Indonesia, baik Penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).

Dari nilai itu investasi di Jawa Barat mencapai Rp 28,8 triliun (16,3%), DKI Jakarta Rp 25,7 triliun (14,6%), Banten Rp 18,1 triliun (10,2%), Jawa Timur Rp 15,7 triliun (8,9%) dan Jawa Tengah Rp 12,6 triliun (7,1%). Sedangkan daerah lainnya investasinya senilai Rp 75,7 triliun (42,9%). 

Dari enam provinsi di Jawa, empat provinsi memiliki UMP rendah. Pada 2018, UMP Jawa Tengah hanya Rp 1,48 juta, Jawa Timur Rp 1,50 juta, dan Jawa Barat Rp 1,54 juta. UMP di Daerah Istimewa Yogyakarta di posisi paling rendah yakni Rp 1,45 juta.

Bandingkan dengan UMP di Provinsi Papua tahun 2018 yang mencapai  sebesar Rp 2,89 juta. Sedangkan UMP  Sulawesi Selatan pada tahun 2018 sebesar Rp 2,64 juta, naik dari tahun 2017 yang sebesar  Rp 2,43 juta. Lalu UMP Kalimantan Tengah tahun 2018 sebesar Rp 2,42 juta, naik dari 2017 sebesar Rp 2,22 juta dan UMP Sumatera Utara tahun 2018 sebesar Rp 2,13 juta, naik dari tahun ini Rp 1,96 juta.

Wakil Sekretaris Umum Apindo Aditya Warman mengakui adanya relasi abtara UMP dengan pertumbuhan investasi suatu wilayah. Namun perlu juga melihat konteks lebih luas, sehingga tak serta merta investor hanya menyasar wilayah dengan pekerja murah.

Menurutnya ada dua hal yang dilihat selain UMP. Pertama, daya beli masyarakat, Kedua, produktivitas. Menurut Aditya pertumbuhan investasi sangat bergantung daya beli. Penentuan UMP juga telah mengukur daya beli masyarakat agar tetap terjaga "Selama daya beli masih terjaga tidak akan ada masalah sehingga investasi akan semakin bertumbuh," katanya.

Provinsi-provinsi di Pulau Jawa, kata Aditya menambahkan, mampu menjaga daya beli dengan menekan inflasi termasuk dengan pendistribusian barang yang baik.

Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksikan, Pulau Jawa masih akan menjadi andalan sentra manufaktur berorientasi ekspor. Sebab katanya, dibandingkan beberapa negara lain seperti Vietnam dan Bangladesh, hanya upah di Pulau Jawa yang bisa bersaing. "Kalau di luar Jawa tak kompetitif untuk padat karya berorientasi ekspor. Dibandingkan Vietnam, hanya Jawa yang mungkin," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×