kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terkait Freeport, apa beda arbitrase & pengadilan?


Jumat, 24 Februari 2017 / 08:21 WIB
Terkait Freeport, apa beda arbitrase & pengadilan?


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kemelut kasus kontrak karya PT Freeport Indonesia membuat perusahaan induknya, Freeport McMoran Inc dan pemerintah Indonesia sama-sama ingin menempuh jalur arbitrase.

Tapi, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan arbitrase tersebut? Mengapa banyak pihak menyarankan pemerintah dan Freeport sebaiknya mempertajam negosiasi ketimbang memilih jalan arbitrase?

Sartono, Partner di kantor hukum Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP) memiliki penjelasan sederhana, perbedaan antara arbitrase dengan pengadilan.

Arbitrase, kata Sartono, merupakan alternatif forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dapat dipilih oleh para pihak yang timbul berdasarkan perjanjian.

Secara umum proses persidangan melalui arbitrase tidak terlalu berbeda dengan pengadilan, dimana pihak yang merasa dirugikan dan membawa permasalahan tersebut ke arbitrase diberikan kesempatan untuk mengajukan klaim dan lawannya diberikan kesempatan untuk menanggapi dalam bentuk jawab-jinawab.

Selanjutnya, para pihak yang berperkara juga diberi kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti surat, saksi-saksi dan ahli untuk membuktikan dalil-dalil atau argumen mereka.

Namun demikian terdapat beberapa perbedaaan mendasar antara arbitrase dengan pengadilan, antara lain:

1.    Pengajuan perkara ke arbitrase hanya dapat diajukan oleh para pihak yang terikat dengan perjanjian arbitrase.

Dimana, para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase, sedangkan pengajuan perkara ke pengadilan bisa diajukan oleh siapa saja terhadap pihak manapun;

2.    Proses persidangan di arbitrase bersifat tertutup dan rahasia, sedangkan perseidangan di pengadilan bersifat terbuka untuk umum.

Bagi pelaku usaha sifat tertutup dari arbitrase ini kadang diperlukan untuk menjaga nama baiknya.

3.    Proses beracara di pengadilan sangat formal dan kaku sesuai dengan hukum acara perdata.

Sedangkan proses beracara di arbitrase tidak terlalu formal, tidak terlalu kaku dan fleksibel serta dapat ditentukan oleh arbiter sesuai dengan sengketa yang dihadapi;

4.    Dalam arbitrase sengketa akan diperiksa oleh arbiter tunggal atau majelis arbiter.

Apabila dibentuk Majelis Arbiter dengan komposisi tiga orang arbiter, umumnya masing-masing pihak akan menominasikan satu orang arbiter untuk menjadi anggota Majelis Arbiter.

Selanjutnya dua orang anggota arbiter tersebut akan memilih arbiter ketiga sebagai Ketua Majelis Arbiter.

Arbiter dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa umumnya tidak semata-mata ahli hukum saja, melainkan arbiter yang memiliki keahlian di bidang yang disengketakan.

Sehingga mengetahui permasalahan yang menjadi sengketa secara menyeluruh, termasuk hal-hal teknis di bidang yang disengketakan.

Adapun dalam proses beracara di pengadilan Majelis Hakim dipilih oleh Ketua Pengadilan dan merupakan hakim yang menguasai bidang hukum secara umum (general).

5.    Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, sedangkan putusan pengadilan bisa diajukan banding, kasasi dan bahkan peninjauan kembali.

"Oleh karenanya persidangan di arbitrase relatif lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan persidangan di pengadilan," pungkas Sartono.

Pemerintah Vs Freeport

Seperti diketahui, berdasarkan UU Minerba, PT Freeport Indonesia (PTFI) harus bersedia mengubah status kontraknya di Indonesia dari Kontrak Karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Pemerintah Indonesia juga melarang Freeport untuk mengekspor konsentratnya jika status Freeport Indonesia belum menjadi IUPK.

Freeport McMoran Inc menganggap pemerintah Indonesia berlaku tak adil karena menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status Kontrak Karya ke IUPK.

Sebagai reaksi perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) tersebut, Presiden Direktur Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson berencana membawa permasalahan tersebut ke penyelesaian sengketa di luar peradilan umum (arbitrase) jika tak kunjung menemui kata sepakat.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, pengajuan arbitrase bukan hanya bisa dilakukan oleh Freeport. Mantan Menteri Perhubungan ini menegaskan, pemerintah pun bisa mengajukan kasus ini ke arbitrase. (Aprilia Ika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×