kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45916,01   -19,50   -2.08%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Skandal BLBI, KPK: Peran Megawati belum relevan


Selasa, 15 Mei 2018 / 21:47 WIB
Skandal BLBI, KPK: Peran Megawati belum relevan
ILUSTRASI. Tersangka Kasus BLBI Syafruddin Temenggung bersama kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nama Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri sempat disebut dalam dakwaan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung terkait skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yamg dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (14/5) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Megawati disebut menerima laporan dari Syafruddin pada 11 Januari 2004 dalam Sidang Kabinet Terbatas (Ratas) yang juga dihadiri Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

Dalam laporannya, Syafruddin malapor utang petambak PT Dipasena Citra Darmadja Rp 3,9 triliun, dan yang dapat dibayar aenilai Rp 1,1 triliun. Sementara sisanya diusulkan untuk dihapusbuku (write off). Namun Syafruddin tak melaporkan adanya misrepresentasi, alias kondisi utang-utang yang sebenarnya macet.

"Bahwa atas laporan Terdakwa tersebut, kesimpulan ratas tidak memberikan keputusan dan tidak mengeluarkan penetapan terkait dengan hutang petambak," tulis KPK dalam dakwaannya.

Lantaran dinilai belum ditemukannya peran yang signifikan dari Megawati KPK menilai belum terlalu relevan untuk menyeret Ketuam Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

"Sementara ini, saya melihat belum relevan. Namun relevan atau tidak nanti kita lihat seperti apa," kata Wkail Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi KONTAN, Selasa (15/5).

Sementara dalam sidang dakwaan kemarin, Syafruddin dinilai telah memperkaya bos Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dengan menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk utang BDNI senilai Rp 4,8 triliun. Padahal belum semua kewajiban BDNI dituntaskan.

Diketahui Sjamsul hanya pernah menyerahkan Dipasena yang ditaksir nilainya mencapai Rp 1,1 triliun. Namun setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero), penjualan Dipasena hanya menghasilkan Rp 220 miliar. Sehingga masih ada Rp 4,58 triliun lagi yang dihitung sebagai kerugian negara, atas keluarnya SKL kepada BDNI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×