kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sidang Kawasan Berikat Nusantara vs KCN masuk agenda saksi ahli


Rabu, 27 Juni 2018 / 22:06 WIB
Sidang Kawasan Berikat Nusantara vs KCN masuk agenda saksi ahli
ILUSTRASI. Ilustrasi sidang pengadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang gugatan PT Kawasan Berikat Nusantara terhadap anak usahanya, yaitu PT Karya Citra Nusantara masuki agenda saksi ahli. Pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (26/6) dihadirkan Guru Besar Hukum Perdata Universitas Hasanuddin Anwar Borahima.

Dalam kesaksiannya, Anwar menjelaskan soal prasyarat yang harus dipenuhi dalam membuat sebuah perjanjian. Ada tiga syarat yakni, pertama dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan, kedua atas objek yang dikuasi oleh pihak yang memiliki kewenangan, dan ketiga, soal cara yang legal.

"Kalau pihak yang melakukan tidak berwenang maka perjanjian batal demi hukum. Dan karena pihak tersebut tak berwenang maka objeknya pun tidak ada. Sedangkan ketiga caranya harus memenuhi syarat formal, misalnya perjanjian soal tanah harus dilakukan dihadapan pejabat PPAT," katanya dalam sidang.

Selain soal prasyarat perjanjian, Anwar juga ditanya soal business judgement rule yang dianut dalam hukum di Indonesia.

Konsekuensinya kata Anwar, direksi perusahaan tak bisa mengeluarkan atau menjalankan sesuatu di luar ketentuan UU Perseroan Terbatas, AD-ART entitas, maupun RUPS.

"Di Indonesia kita tidak menganut business judgement rule, jadi direksi tak bisa berkreasi melakukan sesuatu di luar ketentuan tiga hal itu, walaupun tindakan tersebut bisa memberikan profit kepada entitas. Sebaliknya, tindakan tersebut bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum," jelasnya.

Dua pokok soal yang disebut Anwar jadi penting dalam seteru Kawasan Berikat dan Karya Citra. Sebab asal mula kasus ini ditandai dengan rilisnya perjanjian konsesi HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 pada tanggal 29 November 2016 tentang Pengusahaan Jasa Kepelabuhan Terminal Umum yang diberikan Kementerian Perhubungan kepada Karya Citra sebagai pengelola Pelabuhan Marunda.

Kawasan Berikat mempermasalahkan terbitnya izin tersebut. Sebab lahan konsesi yang diberikan izinnya diklaim milik Kawasan Berikat.

Namun klaim tersebut dibantah oleh Karya Citram Yevgenie Lie Yusurun, ia menilai bahwa ijin konsesi Pelabuhan Marunda bukan berada di wilayah Kawasan Berikat.

"Pelabuhan itu kan di laut, air. Sementara klaim penggugat itu tanah. Itu dua hal beda. Dan di Indonesia, tak kepemilikan hak atas air," jelasnya kepada Kontan.co.id seusai sidang.

Yevgenie juga menambahkan soal keputusan pengikatan izin konsesi ini tak membutuhkan RUPS, sebab hal tersebut sudah diatur sebagai kewajiban dalam UU Pelayaran.

Dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 91/2009 tentang kepelabuhanan, serta Permenhub 51/2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Terlebih dalam Permenhub 51/2015 pasal 118 yang memuat ketentuan pencabutan izin usaha Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang tak miliki izin konsesi.

Oleh karenanya sejak awal 2016 bergegas mengurus izin konsesi kepada Kementerian Perhubungan. Hasilnya berbuah pada 29 November 2016 Karya Citra mengantongi izin konsesi Pelabuhan Marunda.

"Bagaimana kalau tidak diurus izin tersebut, maka izin sebagai BUP bisa dicabut. Itu sudah diatur dalam regulasi pelabuhan," katanya.

Sementara kuasa hukum Kawasan Berikat Hendra Gunawan menilai pengajuan izin konsesi tetap merupakan perbuatan melawan hukum lantaran tak pernah ada RUPS soal ini.

Asal tahu, Karya Citra merupakan perusahaan patungan antaran Kawasan Berikat yang memiliki 15% saham, dengan PT Karya Teknik Utama yang memiliki 85% saham.

"Tidak pernah ada RUPS soal ini, dan sekecil apapun porsi sahamnya, pemegang saham dalam UU PT harus berikan suara dalam RUPS," katanya dalam kesempatan sama.

Hendra juga bersikukuh, izin konsesi yang diberikan berada di wilayah Kawasan Berikat, meskipun klaim Yevgenie pelabuhan berada di atas laut.

"Dari keterangan saksi ahli kan sudah jelas, bahwa dalam Undang-undang Pokok Agraria, soal laut itu kuasanya ada pada pemilik tanah yang berbatasan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×