kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sekolah tak wajib jalankan jam sehari penuh


Kamis, 10 Agustus 2017 / 21:43 WIB
Sekolah tak wajib jalankan jam sehari penuh


Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Tentangan yang disuarakan oleh sejumlah pihak terhadap rencana pelaksanaan sekolah sehari penuh, salah satunya dari Nahdlatul Ulama akhirnya membuat pemerintah melunak. Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah tidak akan memaksakan kebijakan tersebut.

Kebijakan sekolah sehari penuh tidak akan diwajibkan kepada semua sekolah. "Jadi tidak ada keharusan dari sekolah untuk melaksanakan kebijakan tersebut," kata Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (11/8).

Jokowi mengatakan, keputusan tersebut diambil karena pemerintah melihat sampai saat ini tidak semua sekolah akan mampu melaksanakan kewajiban tersebut bila kebijakan tersebut diterapkan. Jokowi mempersilahkan, bagi sekolah yang sudah melaksanakan kebijakan sekolah sehari penuh untuk melanjutkan kebijakan mereka. Bagi sekolah yang belum, pemerintah juga tidak akan memaksa.

Pemerintah saat ini sedang merancang Peraturan Presiden tentang Pendidikan Karakter. Salah satu poin yang akan diatur dalam peraturan tersebut adalah soal penerapan penerapan kebijakan sekolah sehari penuh.

Dengan kebijakan ini, nantinya siswa hanya masuk lima hari seminggu. Muhadjir Efendi, Menteri Pendidikan beberapa waktu lalu mengatakan, kebijakan tersebut salah satunya dibuat dengan mempertimbangkan jam kerja guru. Selama ini guru diberikan beban kerja mengajar tatap muka minimal 24 jam dalam sepekan.

Beban kerja tersebut dinilai belum mencerminkan tugas pokok guru secara keseluruhan. Muhadjir mengatakan dengan kebijakan ini nantinya beban kerja guru sebagai PNS akan menjadi sama dengan beban tugas PNS yang diatur dalam aturan. "Beban kerja PNS dalam perpres itu kan lima hari," katanya.

Namun, rencana tersebut mendapat tentangan, salah satunya dari NU. Said Aqil S, Ketua PBNU mengatakan, jika dipaksakan, kebijakan tersebut bisa menggusur keberadaan Madrasah Diniyah. "Ada 76.000 madrasah milik Nahdatul Ulama yang akan tergusur," katanya.

Bukan hanya itu saja, itu juga akan menghilangkan pekerjaan guru swadaya. Selain itu, penerapan kebijakan tersebut juga dikhawatirkan akan menyuburkan penyebaran ajaran radikal. "Karakter itu akan terbentuk di madrasah itu. Malah tanpa madrasah akan radikal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×