kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi aturan laporan penempatan harta amnesti pajak terbit


Senin, 12 Maret 2018 / 11:43 WIB
Revisi aturan laporan penempatan harta amnesti pajak terbit
ILUSTRASI. Pelaporan Pajak SPT


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah menerbitkan revisi PER 03/2017 dengan PER 07/2018 yang mengatur soal tata cara laporan penempatan harta amnesti pajak.

Dengan revisi itu, penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan dan/atau penempatan harta tambahan tidak diwajibkan bagi wajib pajak (WP) usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan/atau untuk WP yang harta tambahannya berada di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Indonesia atau deklarasi luar negeri.

Ketentuan itu tertuang dalam pasal 3 ayat 2 PER 07/2018 yang menyebutkan wajib pajak yang dalam Surat Keterangan semata-mata mendeklarasikan Harta tambahan yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau wajib pajak yang dalam Surat Keterangan, menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan, niat Ditjen Pajak merevisi aturan ini adalah ingin memastikan siapa saja yang wajib melaporkan penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan.

“Jadi kami mau klarifikasi dan balik ke UU bahwa yang wajib melaporkan penempatan harta adalah WP yang gunakan tarif 2%, 3%, dan 5%, atau kalau di luar negeri, yang tidak wajib dilaporkan berarti yang gunakan tarif 4%, 6%, dan 10% saat amnesti pajak,” jelas Suryo beberapa waktu lalu.

“Tapi, semuanya wajib laporkan hartanya di SPT supaya rekam jejak hartanya bisa kami monitor,” lanjut Suryo.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo juga bilang dalam revisi aturan ini ada celah kelemahan. Sebab, UMKM sebenarnya ada yang skalanya cukup besar, tetapi omzet di SPT dikecilkan agar statusnya jadi UMKM.

“Menurut saya seharusnya tetap lapor tapi disederhanakan. Tidak ideal Karena ada yang UMKM semu. Apalagi yang deklarasi luar negeri juga tak perlu lapor. Masak kalah dengan WP karyawan?” ujar Yustinus.

Secara keseluruhan, menurut Yustinus, revisi ini malah tidak selaras dengan tujuan amnesti pajak. Sebab, niatnya memang mempermudah, tapi malah jadi lose control.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×