kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pro kontra menyikapi surat edaran PP 36


Kamis, 28 September 2017 / 19:45 WIB
Pro kontra menyikapi surat edaran PP 36


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Usai mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2017, Direktur Jenderal Pajak pada 22 September 2017 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-24/PJ/2017 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Harta Selain Kas yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Wakil Industri Keuangan Non-Bank Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyapratama mengatakan, dengan adanya surat edaran ini, Ditjen Pajak telah mengatur lebih jelas apa yang sebelumnya tidak didapatkan dalam PP 36, yaitu pada poin Pasal 5 ayat 2 di mana nilai harta bersih non kas ditentukan oleh Ditjen Pajak (official assessment).

“Bagus, ini sudah mengatur lebih jelas. Di situ ada ketentuan bahwa mengacu ke SE sebelumnya (SE-54/PJ/2016). Paling tidak untuk beberapa item harta sudah lebih jelas,” kata Siddhi kepada KONTAN.co.id, Kamis (28/9)

Hanya saja, menurut Siddhi, pada beberapa item harta, seperti harta tak berwujud, dan saham PT tertutup perlu dipahami lebih lanjut sesuai dengan surat edaran tersebut.

Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, dengan adanya surat edaran ini, ketika konteksnya official assessment, maka dasar-dasar yang dipakai oleh petugas pajak sesuai dengan apa yang ada dalam surat edaran tersebut sah-sah saja.

Namun, ia berpendapat bahwa keluarnya PP 36 yang mendasari surat edaran itu sendiri dikeluarkan pada waktu yang kurang tepat dan adanya surat edaran tidak menegaskan kepastian apa pun.

“Pada prinsipnya, pemerintah harus berpikir dari dua sisi, pemberdayaan ekonomi dengan instrumen fiskal (konteks Kemenkeu) dan sisi lain untuk tujuan pengumpulan pajak. Filosofi ini yang seolah-olah menjadi absurd, pajak ini menjadi institusi pelayanan atau penegak hukum,” jelasnya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama mengatakan, dengan terbitnya Surat Edaran ini seluruh petugas pajak memiliki standar yang sama untuk melaksanakan penilaian harta dalam rangka menjalankan amanat UU amnesti pajak dan PP 36/2017 tersebut.

“Hadirnya standar penilaian ini memberikan kepastian serta menjamin prosedur penilaian yang objektif, sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya sengketa antara petugas pajak dengan Wajib Pajak,” kata Hestu.

Untuk menghindari pemeriksaan, Hestu mengatakan, bagi Wajib Pajak yang masih memiliki harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta tersebut belum dilaporkan dalam SPT PPh Tahunan atau Surat Pernyataan dalam program amnesti pajak, dapat melakukan pembetulan SPT PPh Tahunan dengan melaporkan harta dan penghasilan serta pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan yang berlaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×