kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pola bantuan pangan non-tunai diperbaiki


Rabu, 08 November 2017 / 19:45 WIB
Pola bantuan pangan non-tunai diperbaiki


Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menyempurnakan pola penyaluran bantuan pangan non-tunai. Perbaikan salah satunya dilakukan dengan membatasi jumlah komoditas yang bisa dibeli dengan voucher pangan, alat yang digunakan untuk menyalurkan bantuan tersebut.

Jika selama ini, ada empat komoditas, yaitu beras, telur, minyak goreng dan gula, ke depan jumlah tersebut dibatasi menjadi tinggal dua saja, yaitu beras dan telur.

Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penaggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengatakan, pembatasan dilakukan untuk memastikan sistem dan IT yang digunakan untuk penyaluran bantuan bekerja sesuai dengan harapan. Maklum saja, sistem penyaluran bantuan pangan secara non-tunai baru saja dimulai.

Untuk tahun ini, jumlah keluarga penerima bantuan pangan non-tunai 1,4 juta. Sedangkan tahun 2018 nanti, jumlah akan dinaikkan hampir delapan kali lipat menjadi 10 juta keluarga penerima. Bambang mengatakan, penyaluran tersebut memerlukan kematangan sistem yang sempurna.

"Arahan presiden dalam rapat terbatas juga demikian, ini membutuhkan sistem IT perbankan canggih, maka untuk tahap awal dibatasi hanya beras dan telur, kalau sistem sudah mapan, komoditas akan ditambah," katanya kepada Kontan.co.id pekan ini.

Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial mengatakan, pembatasan tersebut berpedoman pada pedoman penyaluran bantuan pangan yang dikeluarkan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Upaya tersebut dilakukan agar voucer pangan bisa bermanfaat pada peningkatan nutrisi masyarakat. Tujuan kedua, membantu masyarakat peternak.

Maklum saja, hitungan Kementerian Sosial, jika pembatasan tersebut dilakukan, bisa mendongkrak pembelian telur. "Subsidi ini top up-nya Rp 110.000 sebulan, kalau itu digunakan untuk membeli dua, tiga, atau empat kilogram telur, bisa dihitung peningkatan permintaannya," kata dia akhir pekan lalu.

Khofifah mengatakan, agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan kekagetan di pasar, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Desa, Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian Pertanian. "Dengan menteri pertanian, saya telah minta diberi bantuan bibit ayam petelur untuk memenuhi potensi kenaikan permintaan," katanya.

Bima Yudhistira, ekonom Indef sementara mengatakan, tidak setuju dengan rencana pembatasan tersebut. Dasarnya, kebutuhan pokok setiap masyarakat kelompok penerima bantuan pangan berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Dengan kata lain, jika pembatasan tetap diberlakukan yang ada nanti malah menyulitkan masyarakat penerima bantuan. "Harusnya dibuat fleksibel, kalau dibatasi justru tidak memberi manfaat karena kebutuhan pokok masyarakat penerima berbeda," katanya.

Bima mengatakan, kalau pemerintah memang ingin menyempurnakan sistem, perbaikan justru harus dilakukan pada integrasi sistem dan keterjangkauannya dengan masyarakat. Jangan sampai e- warong, atau tempat yang bisa melayani pembelian bahan pokok dengan voucher pangan lokasinya jauh dari masyarakat.

"Jangan sampai penerima jalan jauh, tambah ongkos lagi hanya untuk memanfaatkan voucher itu, itu malah menambah beban lagi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×