kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peringat EoDB melompat, Bank Dunia: Belum cukup


Senin, 06 November 2017 / 17:56 WIB
Peringat EoDB melompat, Bank Dunia: Belum cukup


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB) Bank Dunia 2018 menempatkan Indonesia di posisi 72. Namun, Bank Dunia menilai kontribusi penanaman modal asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia masih rendah.

Pimpinan Bank Dunia untuk Country Program on Equitable Growth Youngmei Zhou mengatakan, dalam indeks daya saing FDI yang diusung OECD, peringkat Indonesia masih rendah.

Peringkat Indonesia sendiri masih lebih kecil dari China yang hanya menempati peringkat 78 dalam EoDB. Oleh karena itu, menurut Youngmei, Indonesia tidak cukup hanya memperbaiki EoDB.

“Indonesia belum melakukan yang terbaik dalam menarik investasi," kata Youngmei di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat, Jakarta, Senin (6/11).

Ia melanjutkan, dengan demikian, tidak ada korelasi antara peringkat EoDB dan PMA yang masuk ke sebuah negara. “Di China, EoDB tidak mengesankan tetapi urusan pertumbuhan investasi, China masih jadi negara utama. EoDB ini bukan satu-satunya,” jelasnya.

Menurut Youngmei, hal lain di luar EoDB yang harus diperhatikan adalah kualitas tenaga kerja dan infrastruktur. Adapun ia menyebutkan, ada beberapa hambatan yang masih ada di Indonesia sehingga PMA yang masuk tidak maksimal meski EoDB baik.

“Hambatannya di antaranya adalah pembatasan kepemilikan asing di beberapa tempat atau sektor. Lalu, screening yang bersifat diskriminasi, pembatasan pembelian tanah, dan pembatasan modal dan laba. Jadi. Indonesia harus melakukan lebih dari EoDB. Pemerintah harus memperbaiki hal ini,” jelasnya.

Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong mengatakan capaian Indonesia dalam EODB memang bukan segalanya meski hal ini merupakan barometer yang dilihat seluruh dunia.

“Tentunya di luar EoDB banyak sekali aspek-aspek regulasi perizinan, iklim usaha yang perlu dibenahi. Misalnya, aspek-aspek tenaga kerja, itu tidak ter-cover di EoDB,” ucapnya. Oleh karena itu, ia menyadari bahwa pekerjaan rumah masih banyak.

Dalam EoDB 2018 sendiri, peringkat Indonesia dibanding negara-negara ASEAN berada di urutan keenam setelah Singapura yang memperoleh peringkat kedua, Malaysia yang berada di peringkat 24, Thailand (26), Brunei Darussalam (56), dan Vietnam (68). Posisi Indonesia ini ditargetkan membaik hingga posisi ke-40 pada dua tahun ke depan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×