kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha wajib susun skala upah karyawannya


Minggu, 06 Agustus 2017 / 20:43 WIB
Pengusaha wajib susun skala upah karyawannya


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mewajibkan para pelaku usaha untuk menyusun struktur dan skala upah bagi karyawannya. Penyusunan struktur dan skala upah dilakukan dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi masing-masing karyawan.

Instruksi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri tenaga Kerja (Permenaker) No. 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah, yang efektif berlaku sejak 21 Maret 2017.

Pemerintah memberikan batas waktu hingga 23 Oktober 2017 bagi seluruh pengusaha yang beroperasi di Indonesia untuk segera mungkin menjalankan instruksi tersebut. Bagi pengusaha yang lalai akan ada sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pembekuan usaha.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) bidang Pengolahan Makanan, Juan Permata Adoe mengungkapkan, aturan tersebut hanya mungkin diterapkan oleh perusahaan besar atau yang sudah berstatus Terbuka (Tbk). Sedangkan, perusahaan skala menengah dan kecil kemungkinan besar belum siap menerapkan aturan tersebut lantaran banyaknya kendala.

"Permenaker itu seharusnya menetapkan rating setiap perusahaan di Indonesia, seperti aturan di sektor perbankan yang sudah ada ratingnya," tutur Juan pada KONTAN, Minggu (6/8).

Ia menjelaskan, rating yang dimaksud adalah pengelompokan atau penggolongan perusahaan. Penggolongan atau pengelompokkan perusahaan bisa berdasarkan kapasitas, status, banyaknya investasi, dan sebagainya.

"Misal, rating yang ditetapkan, seperti kelompok perusahaan yang sudah Tbk dan perusahaan yang belum Tbk. Bisa juga, kelompok perusahaan yang investasinya di atas Rp 100 miliar dan yang investasinya di bawah Rp 100 miliar," terang Juan.

Tujuan dari adanya rating atau pengelompokkan tersebut, yakni mempermudah sinkronisasi penerapan Permenaker tersebut dengan aturan serupa dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Juan menyatakan, kebijakan sesuai Permenaker tersebut sebenarnya sudah dilaksanakan oleh sebagian besar perusahaan Tbk. "Tapi untuk perusahaan di luar itu pastinya sulit karena size usahanya berbeda-beda," katanya.

Senada dengan Kadin, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton Junus Supit menyatakan bila sebagian besar anggota Apindo, terutama perusahaan besar telah menerapkan Permenaker nomor 1 tahun 2017.

"Tanpa diwajibkan pun, perusahaan besar itu sudah punya skala dan struktur upah untuk karyawannya. Cuma, tiap perusahaan punya skala upah yang berbeda pastinya, sesuai kapasitas perusahaan," tutur Anton.

Ia menjelaskan, anggota Apindo memahami jika Permenaker tersebut keluar atas mandat dari Undang-undang (UU). Akan tetapi, pembuatan UU atau aturan turunannya lebih baik jika mempertimbangkan kondisi tiap perusahaan.

"Termasuk soal upah minimum, itu juga berlaku untuk semua perusahaan tanpa mempertimbangkan kapasitasnya. Padahal tidak semua perusahaan kapasitasnya sama," kata Anton.

Ia menilai kebijakan yang dibuat pemerintah banyak yang diberlakukan serentak tanpa melihat kondisi perusahaan. "Lalu semua dipukul rata, wajib menerapkan aturan tapi tidak melihat kondisi. Bagaimana dengan perusahaan kecil atau menengah ?" papar Anton.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman mengaku belum menerima sosialisasi dari Permenaker tersebut. "Biasanya sosialisasi dilakukan melalui Apindo atau Kadin. Sebagai asosiasi di bawah Kadin, kami belum mendapat tembusan soal sosialisasi ini," katanya.

Kyat menjelaskan apabila Permenaker tersebut wajib dijalankan, para pengusaha truk, termasuk dirinya merasa kesulitan menerapkannya. Kendalanya, selama ini anggota Aptrindo sebagian besar menggunakan sistem borongan dalam merekrut pegawai atau dengan sistem kemitraan.

"Biasanya di transportasi memang kebanyakan menggunakan sistem borongan atau kemitraan. Jadi agak sulit untuk menerapkan aturan skala upah karena sistemnya berbeda," ungkap Kyat.

Ia pun mengatakan jika saat ini, anggota Aptrindo tengah fokus mengatasi permasalahan yang ada di lapangan, seperti soal kemacetan karena berpengaruh pada besarnya biaya operasional. "Kami belum ada komunikasi soal Permenaker ini karena masih fokus ke masalah di jalan dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM)," terang Kyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×