kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah tak ingin ekonomi seperti era orde baru


Senin, 11 Desember 2017 / 15:23 WIB
Pemerintah tak ingin ekonomi seperti era orde baru


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tidak menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi namun overheating (pemanasan ekonomi) seperti pada zaman orde baru. Overheating disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi yang langsung diikuti pertumbuhan impor yang lebih cepat dari pada ekspornya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah belajar dari zaman orde baru ini di mana saat ekonomi tinggi pertumbuhannya, namun pemerintah harus melakukan pemangkasan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kemudian mempengaruhi perkembangan ekonomi domestik.

“Kalau lebih cepat dari ekspor yang terjadi defisit transaksi berjalan. Bertolak dari pengalaman itu, kami mencoba mengidentifikasi apa saja di sektor industri di hulunya yang bisa diperbaiki sehingga tidak terlalu rentan dengan impor kalau pertumbuhannya naik,” ucap Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (11/12).

Menurut Darmin, saat ini ada tiga kelompok besar industri yang perlu terus dikembangkan, yakni kelompok industri besi dan baja, kelompok industri petrokimia, dan kelompok industri kimia dasar, yang sebagian produknya berujung untuk kegiatan farmasi.

Itu sebabnya pemerintah berjuang keras mendorong supaya investor masuk ke kelompok-kelompok industri ini. Contohnya untuk kelompok industri kimia dasar, pemerintah saat ini membuka kepemilikian asing 100% di sektor ini melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI)

"Pokoknya datang ke sini di hulunya supaya hilirnya lebih murah. Karena hilirnya kita bisa, kita ada BUMN dan swasta yang kembangkan," ujarnya.

“Di sekitar kita yang berkembang adalah dari China dan India hulu farmasinya. Kita masih impor dari China dan ingin India masuk,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×