kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah perlu perhatikan desain belanja


Minggu, 22 Oktober 2017 / 12:38 WIB
Pemerintah perlu perhatikan desain belanja


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat bahwa sejauh ini, dari Januari sampai September 2017, penerimaan pajak sebesar Rp 770 triliun atau baru mencapai 60% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan atau APBNP 2017 sebesar Rp 1.283,57 triliun.

Namun di sisi belanja, Kementerian Keuangan tidak ingin ada pemotongan. Saat ini, pemerintah hanya akan memantau penerimaan sambil menyisir potensi belanja yang bisa dihemat secara alamiah.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira melihat, jika asumsi realisasi pendapatan tahun ini sama dengan tahun sebelumnya, yakni sebesar 86,9% dari target atau Rp 1.508,5 triliun.

Sementara realisasi belanja 91,9% dari target yakni Rp 1.941,3 triliun, maka tanpa pemotongan belanja lanjutan maka defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp432,8 triliun atau 3,3% terhadap PDB.

Asumsi pendapatan itu juga belum memasukkan potensi terjadinya shortfall penerimaan pajak sebesar Rp150 triliun.

“Jadi, melihat kalkulasi itu pemerintah disarankan melakukan penghematan lanjutan misalnya rasionalisasi proyek infrastruktur atau perubahan pembiayaan infrastruktur menjadi multiyear,” katanya.

Meski begitu, anggota Komisi XI Misbakhun menyatakan, tidak adanya pemotongan belanja ini patut dihargai. Pasalnya, dari langkah tersebut terlihat bahwa ada semangat dari pemerintah untuk wujudkan pertumbuhan 5,2% yang ditargetkan dalam APBNP 2017.

“Penerimaan dan belanja toh tidak pernah 100%. Selalu ada hambatan-hambatan teknis, ada tender, perubahan-perubahan sehingga belanja tidak bisa terealisasi seluruhnya,” ujarnya kepada KONTAN, Minggu (22/10).

Menurut dia, pemerintah perlu tetap mendorong belanja khususnya untuk proyek infrastruktur. Dengan catatan, perlu digencarkan pembiayaan non APBN seperti Pembiayaan Investasi Non Anggaran (PINA) agar anggaran tidak terbebani.

“PINA itu harus didorong. Skema belanjanya didesain ulang karena non APBN ini masib banyak ruang dan instrumennya. Ini harus diwujudkan segera,” ujarnya

Namun, menurut Bhima, untuk mendorong PINA pemerintah tidak punya cukup waktu karena sudah tinggal dua bulan lagi. Apalagi melihat realisasi PMA selama tujuh tahun terakhir cuma 27,5% dari komitmen.

“Itu artinya mengandalkan PINA tidak bisa dalam jangka pendek. Banyak investor yang masih wait and see apalagi masuk ke proyek infrastruktur yang risiko nya cukup besar,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya tetap harus dilakukan rasionalisasi target di samping mempercepat realisasi investasi swasta dalam proyek infrastruktur.

Ke depannya, dalam rangka mencari sumber pendanaan infrastruktur non APBN diharapkan pemerintah bisa menawarkan proyek komersial secara lebih spesifik.

“Membuat focal point atau unit khusus pengurusan izin KPBU, PINA maupun blended finance (donor dan filantropi),” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×