kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minyak dan rupiah pemicu defisit neraca dagang Mei 2018


Selasa, 26 Juni 2018 / 10:19 WIB
Minyak dan rupiah pemicu defisit neraca dagang Mei 2018
ILUSTRASI.


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja perdagangan internasional Indonesia Mei 2018 kembali defisit sebesar US$ 1,52 miliar atau sekitar Rp 21,4 triliun. Dibandingkan bulan sebelumnya yang defisit sebesar US$ 1,63 miliar, jumlah itu lebih kecil.

Defisit neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 terjadi seiring dengan tren pelemahan rupiah dan lonjakan harga minyak mentah dunia. Dua hal itu menyebabkan impor melesat melebihi pertumbuhan ekspor. Dengan masih melemahnya rupiah, tren defisit neraca dagang diperkirakan bakal berlanjut bulan depan.

Dalam keterangannya kepada media, Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, nilai impor Indonesia pada Mei 2018 mencapai US$ 17,64 miliar. Jumlah itu naik 9,17% dibanding April 2018 atau tumbuh 28,12% dibanding Mei 2017.

Di sisi ekspor, nilainya hanya US$ 16,12 miliar, naik 10,9% dibanding April 2018 dan tumbuh 12,47% dari Mei 2017. "Impor melonjak tinggi terutama pada sektor minyak dan gas (migas) lantaran ada tren kenaikan harga minyak dunia," katanya, Senin (25/6).

Impor migas pada Mei 2018 mencapai US$ 2,82 miliar atau naik 20,95% dibanding April 2018. Jika dibandingkan Mei 2017, naik 57,17%. Ini merupakan impor migas tertinggi sejak tahun 2015. Kondisi ini terjadi karena rata-rata harga minyak mentah WTI pada Mei 2018 mencapai US$ 69,72 per barel, naik 6,21% dibandingkan sebulan sebelumnya.

Di sisi lain, kurs rupiah pada Mei 2018 juga berada di titik terendah dalam beberapa tahun belakangan. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat, rata-rata kurs rupiah pada Mei 2018 sebesar Rp 14.059,7 per dollar AS, melemah 1,86% dari sebulan sebelumnya.

Tingginya impor, menurut BPS, akan baik bagi perekonomian nasional. Sebab berdasarkan penggunaan barang, lonjakan impor berasal dari bahan baku/penolong dan barang modal.

Pada Mei 2018, impor bahan baku/penolong mencapai US$ 13,11 miliar, naik 9,02% dari bulan sebelumnya. Impor barang modal naik 6,63% menjadi US$ 2,81 miliar, sedangkan impor barang konsumsi hanya US$ 1,73 miliar tumbuh 14,88% dibandingkan April 2018. "Impor diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi," tandas Suhariyanto.

Kurangi konsumsi

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta W Kamdani juga melihat lonjakan impor baik bagi industri. Pengusaha memang banyak belanja bahan baku dan barang modal demi menggenjot produksi.

Menurutnya, ini bukan hanya antisipasi peningkatan konsumsi saat Idulfitri. "Pengusaha bersiap-siap bila pasar perdagangan global menjadi tidak menentu karena perang dagang AS-China," katanya.

Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution bilang, pemerintah bakal menekan impor agar neraca dagang tidak lagi defisit. Sebab, dalam kondisi ini Indonesia rentan pengaruh huru-hara perdagangan global. "Impor barang konsumsi harus dirasionalkan. Ekspor juga akan dioptimalkan," ujarnya. Sayang Darmin tak bisa menjelaskan detil cara menurunkan impor dan menggenjot ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×