kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45938,26   9,90   1.07%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menguji keampuhan senjata pamungkas fiskus


Senin, 07 Agustus 2017 / 15:47 WIB
Menguji keampuhan senjata pamungkas fiskus


Reporter: Galvan Yudistira, Ghina Ghaliya Quddus, Havid Vebri | Editor: Syamsul Azhar

JAKARTA. Jalan aparat pajak mendapatkan senjata pamungkas untuk mengejar pembayar pajak nakal mulai menuai hasil. Kini, fiskus boleh mengintip sekitar 65% dana yang tersimpan di rekening perbankan atau senilai total Rp 3.271 triliun.

Dalam catatan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rekening dengan saldo di  atas Rp 1 miliar di sistem perbankan mencapai 65% dari total dana perbankan. Jumlahnya mencapai  496.000 rekening atau 0,25% dari seluruh rekening di perbankan.

Kepastian ini setelah rapat paripurna DPR RI pada Kamis (27/7) yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto,  mengetuk palu penetapan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, menjadi UU. Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo pada 8 Mei ini berisi dasar hukum bagi Ditjen Pajak guna mengakses informasi keuangan dari siapa pun yang memiliki rekening keuangan.

Kekuasaan petugas pajak itu melebihi aparatur mana pun di republik ini. Selama ini, polisi dan jaksa saja harus mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengusut kasus pidana untuk membuka rekening bank. 

Dengan dalih untuk meningkatkan penerimaan pajak, kini aparat pajak bisa mendapatkan akses penuh terhadap informasi keuangan milik nasabah di lembaga keuangan, seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lain-lain.

Terbitnya Perppu itu sekaligus menandai bergabungnya Indonesia dalam pertukaran informasi keuangan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) yang digagas oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan negara yang bergabung dalam G20. Tujuannya tak lain agar bisa meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.

AEol mulai dilaksanakan pada 2018. Negara yang ikut dalam skema ini wajib memberikan data nasabah warga negara asing (yang tergabung dalam AEol) secara otomatis. Artinya, Pemerintah wajib memberikan data nasabah asing yang menyimpan uang di Indonesia, baik diminta ataupun tidak. Alhasil, secara reguler akan ada laporan ke negara yang tergabung dalam AEol. Tercatat, ada 101 negara dalam AEol. Beberapa di antaranya Singapura, Inggris, Bristish Virgin Island, Cayman Island, dan China.

Meski kini punya senjata ampuh, sekaligus obat penguatan basis data perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan fiskus tak boleh sembrono memakai senjata ini. Apa saja persiapan pajak sebelum menggunakan senjata pamungkas? Bagaimana tanggapan pengusaha dan bankir? Simak di Tabloid Kontan Edisi 7 Agustus-13 Agustus 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×