kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mantan direktur Bank DKI dituntut 9 tahun


Minggu, 11 Juni 2017 / 22:44 WIB
Mantan direktur Bank DKI dituntut 9 tahun


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tiga mantan pejabat Bank DKI yang menjadi terdakwa kasus korupsi dituntut hukuman yang cukup berat oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta. Ketiganya ialah Eko Budiwiyono, mantan direktur utama, Mulyatno Wibowo, mantan Direktur Pemasaran, serta Gusti Indra Rahmadiansyah, mantan pimpinan divisi risiko kredit.

Eko dituntut hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, Mulyarno 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan. Sementara untuk Gusti 8 tahun penjara dan denda 500 juta subsider 6 bulan.

"Menuntut agar terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa Burhan Ashshofa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/6) pekan lalu.

Eko terkejut lantaran di usianya yang tahun ini sudah 61 tahun ia dituntut hukuman cukup berat. Namun ia menjanjikan menjelaskan keberatannya dalam sidang pleidoi yang rencananya akan dilakukan Jumat (16/6) pekan ini.

"Saya sungguh terkejut mendengar tuntutan, karena dalam fakta persidangan apa yang didakwakan kepada saya tidak terbukti. Namun Pak Jaksa mungkin punya pertimbangan," ujar Eko.

Begitu pula dengan Mulyatno yang akan membeberkan tanggapannya dalam sidang pembelaan.

"Saya juga terkejut dengan tuntutan JPU. Kami akan paparkan pleidoi dan fakta-fakta yang ada," ucapnya.

Kasus ini bermula saat Bank DKI memberikan fasilitas kredit kepada PT Likotama Harum untuk kredit modal kerja untuk pengerjaan tiga proyek.

Proyek-proyek tersebut ialah pembangunan jembatan Selat Rengit, Riau sebesar Rp 21 miliar, pelabuhan kawasan Dorak, Selat Panjang, Riau Rp 83,5 miliar, gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kebumen Rp 94,2 miliar, dan pengadaan konstruksi bangunan sisi utara di Kabupaten Paser, Kalimatan sebesar Rp 389,9 miliar.

Duit pinjaman ternyata tidak digunakan untuk membiayai proyek tersebut, namun mengalir ke kantong beberapa pihak termasuk ketiga terdakwa. Jaksa juga menyatakan para direksi melakukan pembiaran atas proposal PT Likotama yang sebenarnya tak layak.

Pejabat Bank DKI yang melakukan kajian analisis kredit pun sebenarnya sudah tahu bahwa PT Likotama bukan pemenang tender sebenarnya lantaran justru dikerjakan oleh PT Mangkubuana Hutama. Fatalnya, proyek tersebut menjadi mangkrak sampai sekarang.

Dengan adanya kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp 267 miliar berdasarkan pemeriksaan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).

Kasus ini pun sempat membikin kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) Bank DKI meningkat tajam pada 2015 lalu. Pada tiga bulan pertama di tahun 2015 NPL Bank DKI hampir mencapai 5%. Padahal di 2014 di periode yang sama, NPL Bank DKI hanya mencapai 2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×