kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,90   4,55   0.49%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kerjasama IORA bisa dimulai dari negara GDP besar


Rabu, 08 Maret 2017 / 06:17 WIB
Kerjasama IORA bisa dimulai dari negara GDP besar


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kerjasama negara-negara anggota Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) diyakini tidak hanya untuk meningkatkan kinerja ekspor. Melainkan juga sebagai langkah diversifikasi dan menjaga ekonomi lebih stabil.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi selama ini partner dagang traditional Indonesia adalah China, Jepang, dan USA. Menurutnya, jika hanya mengandalkan perdagangan dengan negara-negara tradisional ekspor, berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berkelanjutan.

Dengan kata lain, akan sangat tergantung pada kondisi negara-negara tersebut. Sehingga jika ada krisis atau penurunan permintaan, akan berdampak negatif untuk Indonesia.

"Untuk itu menjalin kerjasama dengan negara-negara yang tergabung dalam IORA ini merupakan negara yang sifatnya non tradisional tapi potensial,” ujarnya, Selasa (7/3).

Oleh karena itu, ia menilai, strategi pemerintah Indonesia memperlebar portofolio ke negara-negara non tradisional sudah tepat. “IORA ini melibatkan banyak negara, cross region dan besar sekali potensi kerja samanya,” tuturnya.

Menurutnya, ada beberapa komoditas andalan Indonesia yang bisa didorong seperti kopi, produk-produk pertanian dan tekstil. “Ke depan kita bisa melihat ke produksi yang jauh lebih advance seperti spare part dan komponen elektronik. Untuk jangka pendek, kita bisa lihat di 10 komoditas unggulan kita,” lanjutnya.

Fithra menyarankan, peningkatan kerja sama bisa dimulai dari negara dengan ukuran GDP yang cukup besar dan jarak yang tidak terlalu jauh seperti Australia dan India. “Namun tidak menutup kemungkinan untuk mulai menggarap pasar Afrika. Negara Afrika Selatan bisa menjadi pintu masuk ekspor Indonesia ke benua Afrika,” serunya.

Pada 2016 potensi pasar Afrika mencapai US$ 550 miliar, tetapi realisasi ekspor Indonesia ke sana baru mencapai Us$ 4,2 miliar. Sedangkan potensi Timur Tengah mencapai US$ 975 miliar dengan realisasi ekspor baru mencapai U$ 5 miliar.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IORA mengatakan pemerintah terus berupaya meningkatkan ekspor, salah satunya melalui IORA ini.

Adapun perdagangan intra-regional IORA pada 2015 mencapai US$ 777 miliar, meningkat pesat dibandingkan 1994 yang US$ 233 miliar. "IORA sangat strategis dan sejalan dengan strategi diversifikasi pasar tujuan ekspor. Ini bisa menjadi momentum bangkitnya kekuatan ekonomi Samudera Hindia," kata Enggartiasto.

IORA didiami kurang lebih 2,7 miliar penduduk atau sebanyak 35% penduduk dunia. Namun, perannya baru sebesar 12% dari pangsa pasar dunia, 10% PDB global, dan 13% tujuan penanaman modal asing (PMA). Sebesar 96% perdagangan intra-IORA dikuasai enam negara yaitu Singapura, Malaysia, India, Indonesia, Australia, dan Afrika Selatan.

IORA beranggotakan 21 negara yaitu Australia, Afrika Selatan, Bangladesh, Komoros, India, Indonesia, Iran, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Mauritius, Mozambik, Oman, Seychelles, Singapura, Somalia, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Yaman. Sementara tujuh negara mitra wicara IORA yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Mesir, China, dan Prancis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×