kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata pengamat hukum atas kasus utang Tiga Pilar (AISA)


Minggu, 12 Agustus 2018 / 21:55 WIB
Kata pengamat hukum atas kasus utang Tiga Pilar (AISA)
ILUSTRASI. Kasus AISA


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktisi hukum kepailitan Muhammad Ismak menilai banjir permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dialami PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan terhadap entitas anak usahanya tumpang tindih.

"Sebenarnya perkara ini transaksi bisnis biasa. Meski nanti dalam upaya PKPU maupun kepailitan, Pengurus maupun kurator pasti akan bingung," kata Ismak saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/8).

Ismak melanjutkan, hal tersebut makin tumpang tindih ketika satu entitas sebagai debitur memberi jaminan ke banyak kreditur.

"Yang rumit, misalnya induknya berutang, kemudian dijamin anak perusahaan, tapi anak perusahaan ini, misalnya dijaminkan kepada empat kreditur. Nah kemudian anak perusahaan yang dijaminkan kepada empat kreditur tadi?" Lanjut Ismak.

Tiga Pilar secara grup perusahaan kini memang tengah dibanjiri permohonan PKPU. Selain induknya, Kontan.co.id mencatat ada delapan entitas anak dalam tiga perkara yang diajukan masuk PKPU.

Nah kekhawatiran Ismak bisa jadi terbukti, sebab dalam Laporan Keuangan Tiga Pilar 2017, hal tersebut memang terjadi. Misalnya aset tetap berupa tanah, bangunan, mesin PT Tiga Pilar Sejahtera, dan PT Poly Meditra Indonesia, PT dijaminkan sebagai utang Tiga Pilar terkait Obligasi dan Sukuk Ijarah TPS Food I/2013.

Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Tiga Pilar sendiri tengah menghadapi permohonan PKPU dari beberapa pemegang obligasi tersebut, yaitu PT Sinarmas Asset Management, dan PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG. Nilai tagihannya mencapai Rp 369,02 miliar.

Namun, Tiga Pilar (entitas anak) dan Poly Meditra juga kini tengah menghadapi permohonan PKPU sendiri di Pengadilan Niaga Semarang yang dimohonkan oleh PT Bank UOB Indonesia.

"Yang pasti UOB ini pegang jaminan (separatis), ketika sudah default, kita ajukan PKPU. Kalau yang di Semarang (Tiga Pilar & Poly Mitra) kurang lebih nilai tagihannya Rp 50 miliar," kata kuasa hukum Bank UOB Davin Varian dari Kantor Hukum Swandy Halim & Partners kepada Kontan.co.id, Jumat (10/8).

Sementara itu, Poly Meditra juga turut memberikan corporate guarantee melalui persediaannya (inventories) kepada PT Putra Taro Paloma. Nah rumitnya Putra Taro bersama Balaraja Bisco Palmo, dua entitas Tiga Pilar lainnya juga turut diajukan masuk PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat oleh Bank UOB juga. Sementara nilai tagihan UOB ke Putra Taro senilai Rp 188,02 miliar.

Sedangkan, Tiga Pilar (entitas anak) selain dijaminkan bagi para pemegang Obligasi dan Sukuk Ijarah TPS Food, piutangnya (account receivable) juga dijaminkan atas fasilitas kredit dari Citibank, dan JP Morgan Chase Bank.

"Sebenarnya, kalau konteksnya demikian, dan debitur ingin restrukturisasi tidak bisa setengah-setengah, artinya harus dilakukan restrukturisasi menyeluruh," lanjut Ismak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×