kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kasus suap Bupati Mojokerto, KPK periksa direktur keuangan Protelindo


Rabu, 09 Mei 2018 / 10:06 WIB
Kasus suap Bupati Mojokerto, KPK periksa direktur keuangan Protelindo
ILUSTRASI. Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penanganan kasus suap dan gratifikasi Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) terus berlanjut.

Selasa (8/5) kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Rinaldy Santosa, Direktur Keuangan PT Protelindo, salah satu perusahaan menara yang diduga terlibat suap bupati MKP. Selain Rinaldy, KPK juga memeriksa karyawan Protelindo yaitu Indra Mardhani dan Nabiel Titawono.

"Ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MKP," ungkap juru bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (8/5).

KPK telah menetapkan direktur operasional Protelindo Onggo Wijaya dan karyawan PT Tower Bersama Okciyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada bupati MKP.

Kedua perusahaan diduga melakukan suap terkait pengurusan izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas Pembangunan Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Dalam kasus ini ada sekitar 15 izin menara diduga dipersulit IMB nya oleh Bupati MKP. Akibatnya menara yang sudah terbangun 1-2 tahun tidak dapat beroperasi dengan baik di Mojokerto.

Protelindo, anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) membangun 10 unit tower dan Tower Bersama 5 unit tower.

Sebelumnya Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, korupsi tidak hanya terkait belanja barang pemerintah.

Selain itu juga terkait perizinan. Kasus Bupati Mojokerto yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga mempersulit izin sekitar 11 perusahaan sehingga terpaksa memberikan gratifikasi agar usahanya dapat beroperasi di Mojokerto.

"Perizinan dibuat lama dengan harapan nanti ada fee dan tip dan segala macam. Jadi sekarang pilihannya mengikuti cara yang berputar-putar atau bertele-tele dan lama, atau mengikuti pola permainan mereka (pejabat daerah),” kata Firdaus akhir pekan lalu.

Menurut Firdaus, dalam menerapkan aksinya, pejabat daerah tidak pandang bulu, tidak hanya perusahaan swasta, perusahaan BUMN pun diperlakukan seperti itu.

“Jangankan investor swasta, investor negara atau BUMN, kalau mau ke daerah mau melakukan pembebasan ini dan itu pasti dihambat. Tidak ada gunanya izin yang tadinya ratusan dipangkas menjadi tinggal sedikit tapi tertutup, sehingga menciptakan korupsi yang baru,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×