kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,47   2,12   0.23%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Insentif ditebar ke investor migas


Sabtu, 24 September 2016 / 11:05 WIB
Insentif ditebar ke investor migas


Reporter: Hasyim Ashari, Hendra Gunawan | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79/ 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi rampung sudah. Dengan selesainya revisi aturan tentang cost recovery itu, harapan untuk menggenjot produksi minyak dan gas (migas) pun mengembang kembali. 

Pasalnya, aturan hasil revisi itu menawarkan sejumlah insentif fiskal dan non fiskal bagi kontraktor migas yang melakukan kegiatan eksplorasi.

Insentif fiskal yang ditawarkan seperti PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, serta PBB ditanggung pemerintah selama eksplorasi. Lalu pada saat eksploitasi ada insentif atas PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri serta PBB. Insentif ini diberikan agar keekonomian proyek migas meningkat. 

Insentif lainnya adalah pembebasan PPh pemotongan atas cost recovery oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat. "Pemberian fasilitas perpajakan itu nanti akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK)," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (23/9). 

Ada juga insentif non-fiskal yang akan diberikan ke kontraktor migas. 

Sri menuturkan, konsep bagi hasil penerimaan yang dianut pemerintah dalam PP hasil revisi adalah sliding skill, yang berbeda dengan konsep dalam aturan terdahulu. Pemerintah akan mengambil bagi hasil lebih besar, jika harga minyak meningkat sangat tinggi. "Jadi, pemerintah dan kontraktor berbagi beban dan keuntungan," tutur dia. 

Selama ini, kontraktor migas tidak tergoda untuk melakukan kegiatan eksplorasi karena berbagai alasan. Misalnya untuk menghasilkan 3,5 miliar barrel oil equivalent (BOE), kontraktor harus melakukan drilling hingga 500 sumur. 

Cari ladang baru

Tingkat kesuksesan eksplorasi di sini pun sangat rendah, hanya sekitar 39%. Itu berarti kemungkinan gagal lebih besar.

Kontraktor migas juga sudah dikenai pajak saat melakukan eksplorasi. Itu sebabnya dalam kurun waktu 2011-2015 terjadi tren penurunan jumlah wilayah kerja yang sangat besar. Padahal, pada saat itu harga minyak cukup tinggi, yakni mencapai US$ 100 per barrel. 

Agenda peningkatan produksi migas pun sulit terlaksana. Pencarian ladang migas baru pun arahnya ke laut dalam (deep water). Padahal itu membutuhkan biaya besar dan teknologi lebih tinggi. 

Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, dengan adanya revisi ini, investor tidak perlu khawatir lagi. Apalagi revisi tersebut telah disesuaikan dengan Undang-Undang (UU) Migas dan UU Perpajakan.

Menurut Luhut, Kementerian ESDM tengah mendata potensi migas di seluruh Indonesia untuk ditawarkan ke investor. "Kami yakin potensi minyak Indonesia masih 100 miliar barrel," katanya. 

Komaidi Notonegoro, pengamat energi ReforMiner Institute menilai kebijakan terbaru pemerintah kembali ke masa lalu. Sebelum tahun 2001, atau sebelum berlakunya UU Nomor 22/2001 tentang Migas, kontraktor migas juga mendapat keringanan pajak. “Tahun 2001 sampai 2016 investor tidak mendapat keringanan itu. Jika diberikan lagi bakal meringankan dan membantu industri hulu migas,” tutur dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×