kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini rencana insentif bagi IKM berorientasi ekspor


Rabu, 26 Oktober 2016 / 18:24 WIB
Ini rencana insentif bagi IKM berorientasi ekspor


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Kabar gembira untuk pengusaha industri kecil dan menengah (IKM). Pemerintah akan memberikan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi IKM yang melakukan impor untuk kegiatan produksi, yang hasilnya wajib diekspor atau dilakukan penyerahan produksi IKM.

Saat ini, pemerintah tengah memfinalisasi calon beleid tersebut yang berupa peraturan menteri keuangan (PMK). Berdasarkan dokumen yang diterima KONTAN, dalam pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa insentif tersebut akan diberikan kepada industri kecil atau menengah, badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM, IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam satu sentra, dan koperasi setelah ditetapkan sebagai IKM atau konsorsium KITE.

Adapun fasilitas yang dimaksud, berupa pembebasan bea masuk (termasuk bea masuk tambahan) serta pajak pertambahan nilai (PPN); atau PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terutang tidak dipungut atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk ekspor dan atau penyerahan produksi IKM.

Pemerintah juga memberikan fasilitas pembebasan bea masuk serta PPN; atau PPN dan PPmBM terutang idak dipungut atas impor mesin. Dengan syarat, mesin tersebut untuk pengembangan industri berupa diversifikasi hasil produksi, modernisasi dan rehabilitasi untuk peningkatan kapasitas produksi.

Selain itu, fasilitas pembebasan biaya masuk dan pajak impor mesin tersebut diberikan dengan syarat bahwa mesin itu wajib digunakan untuk proses produksi dalam jangka waktu kurang dari dua tahun.

Tak hanya pembebasan biaya-biaya untuk impor, pembebasan biaya-biaya juga berlaku untuk pemasukkan barang, bahan, atau mesin dari luar daerah pabean, pusat logistik berikat, gudang berikat, kawasan berikat, tempat penyelenggaraan pameran berikat, kawasan bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Meski demikian, pemerintah juga memberikan kriteria IKM penerima fasilitas tersebut. Pertama, bagi IKM yang bukan anak usaha atau bukan cabang perusahaan yang memiliki nilai investasi lebih dari Rp 50 juta sampai Rp 500 juta dan hasil penjualan per tahun mencapai Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar.

Kedua, IKM yang bukan anak usaha atau cabang perusaahan yang memiliki nilai investasi lebih dari Rp 500 juta sampai Rp 10 miliar dan hasil penjualan per tahun mencapai Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar.

Kekayaan bersih yang dimaksud, yaitu nilai aset dikurangi dengan nilai kewajiban. Sementara aset yang dimaksud tersebut tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Sedangkan persyaratan pengajuan fasilitas tersebut, beberapa diantaranya yaitu menyertakan bukti kegiatan industri berskala kecil atau menengah, menguasai lokasi minimal dua tahun untuk kegiatan produksi, penyimpanan barang, bahan atau mesin, menyerahkan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) terkahir, hingga menyerahkan rencana produksi yang jelas.

Lantaran fasilitas ini diberikan untuk IKM yang berkewajiban melakukan kegiatan ekspor atau penyerahan atas hasil produksinya, pemerintah juga memberikan sanksi bagi industri yang mendapatkan fasilitas ini namun tidak mengekspor atau menyerahkan hasil produksinya.

Pasal 24 dalam rancangan PMK itu, sanksi yang bisa diterima IKM berupa pelunasan bea masuk serta PPN atau PPN dan PPnBM hingga sanksi administrasi berupa denda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×