kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini modal utama Ditjen Pajak mengerek tax rasio


Rabu, 14 Maret 2018 / 20:28 WIB
Ini modal utama Ditjen Pajak mengerek tax rasio
Diskusi pajak oleh lembaga Instep


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat kepatuhan perpajakan di tanah air bisa dibilang masih rendah. Bisa dilihat dari indikator rasio pajak atau tax rasio di angka 10,8%.

Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam mengatakan, Indonesia sudah punya dua modal dasar yang sangat bagus untuk meningkatkan tax rasio.

Pertama, Indonesia sudah melakukan tax amnesty di mana ini akan jadi jembatan menuju sistem perpajakan yang lebih baik lagi. Kedua, penerapan Automatic Exchange Of Information (AEoI) yang segera direalisasikan.

“Ini sudah dua modal dasar bagaimana kita mematahkan situasi negatif perpajakan di Indonesia. Terakhir, yang penting dan tidak boleh lepas bagaimana ke depan organisasi Ditjen Pajak itu lebih independen,” kata Darussalam, Rabu (14/3).

Menurutnya, bukti empiris yang didapat bahwa semakin independen otoritas pajak itu bisa menghilangkan ketidakpatuhan wajib pajak.

 “Sementara International Monetary Fund (IMF) mensyaratkan suatu negara dapat melakukan pembangunan berkelanjutan kalau tax ratio-nya 12,5% minimal. Kalau sementara tax ratio kita 10,8%, kalau pembangunan belum memenuhi harapan kita semua ya harap maklum. Lantas struktur penerimaan pajak kita itu anomali,” katanya.

Menurutnya, di berbagai negara, penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi itu justru rata-rata jauh lebih tinggi dari penerimaan pajak. Indonesia penerimaan PPh orang pribadi di luar PPh 21 pada tahun 2016 sebesar 0,5% dari total pajak, sementara 2017 0,7% dari total pajak.

Namun, negara Italia misalnya, penerimaan PPh badan sebesar 3,9% sementara orang pribadi 16,8%.

“Belgia penerimaan orang PPh pribadi 15,3% dan PPh badan hanya 3% dari PDB. Jadi angkanya bisa dua kali lipat dari penerimaan badan. Ini kenapa problemnya. Dan terakhir, situasi global di mana sangat masif yang dinamakan internasional tax avoidance,” ujar dia.

Darussalam menekankan pada independensi otoritas pajak. "Bukti empiris yang didapat bahwa semakin independen otoritas pajak itu bisa menghilangkan ketidakpatuhan wajib pajak. Dan diharapkan bukti empiris yang sudah banyak dilakukan negara bisa diadopsi oleh Indonesia terkait penguatan DJP. Kalau UU KUP selesai di tahun ini, ini lah masa starting point era sistem perpajakan yang lebih bagus lagi," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×