kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia adukan Google di G-20


Senin, 30 Januari 2017 / 11:01 WIB
Indonesia adukan Google di G-20


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Indonesia akan membawa isu perpajakan internasional dalam forum G-20 di Jerman, Juli mendatang. Di forum itu, Indonesia akan menyuarakan komitmen Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) melalui sistem pertukaran informasi keuangan antar negara atau Automatic Exchange of Tax Information in Financial Sector (AEoI).

Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Ekonomi Rizal Affandi Lukman, menyatakan, Indonesia akan membawa persoalan pajak Google yang tengah dihadapi Indonesia, agar menjadi perhatian anggota G-20. Masalah ini akan diangkat karena berkaitan erat pula dengan perkembangan e-commerce.

Perwakilan Forum G-20 Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Khrisna Adi Satrio menyatakan, Indonesia akan meminta negara yang telah berkomitmen atas implementasi 15 rencana aksi penerapan anti BEPS, termasuk AEoI, menghindari kompetisi menurunkan tarif pajak secara tidak sehat. Isu anti BEPS dan AEoi telah dibawa Indonesia dalam pertemuan G-20 di China tahun 2016.

Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro menggagas sanksi pengucilan pergaulan keuangan internasional bagi negara yang tidak mau ikut serta, menunda implementasi, hingga melanggar ketentuan anti BEPS. Saat ini 101 negara telah meneken AEoI yang akan berlaku tahun ini.

Namun, masih dua negara yang belum tegas menyatakan komitmennya menerapkan AEoI, yaitu Bahrain dan Panama. "Kami mendorong yurisdiksi yang tidak kooperatif untuk bisa dinilai negara lain," kata Kresna, Jumat (27/1).

Fokus urusan pajak Secara umum, menurut Kresna, forum G-20 tahun ini akan fokus pada empat agenda bidang perpajakan. Pertama, meningkatkan kerja sama global untuk mengatasi pelarian pajak ke negara dengan tarif pajak rendah atau BEPS.

Kedua, mendorong transparansi informasi keuangan secara global untuk kebutuhan perpajakan. Ketiga, meningkatkan peran perpajakan untuk pembangunan. Keempat, mendorong digitalisasi penarikan pajak di setiap negara.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, dari sekian agenda di G-20, tiga isu relevan dengan Indonesia. Yaitu penerapan AEoI, ekonomi digital, dan transfer pricing.

Ekonomi digital berkaitan dengan masalah yang dihadapi Indonesia, seperti pajak e-commerce dan pajak badan usaha tetap (BUT). "Transfer pricing lebih kepada standar," katanya. Selain di G-20, pembicaraan perpajakan juga perlu dilakukan di ASEAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×