kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Holding BUMN agar lepas dari pareto condition


Kamis, 02 November 2017 / 21:11 WIB
Holding BUMN agar lepas dari pareto condition


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Roadmap BUMN 2016-2019 menyebutkan target yang diinginkan pemerintah pada saat ini, termasuk diantaranya pengurangan jumlah BUMN sehingga mencapai target 85 BUMN ideal, dan pembentukan beberapa holding company (HC) baru. Kemudian, target lebih banyak BUMN yang masuk dalam list Fortune 500, serta penciptaan nilai yang terus meningkat.

Bagi pemerintah, masih ada waktu dua tahun untuk merealisasikan roadmap tersebut. Apakah target ini bisa dibilang ambisius? Managing Director Lembaga Management FIB Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan, kondisi kinerja BUMN saat ini dalam situasi pareto condition (20:80). Total 25 besar BUMN kita saat ini menghasilkan hampir 90% total penjualan dari total seluruh 112 BUMN.

Pembentukan holding company BUMN merupakan suatu inisiatif value creation (penciptaan nilai) untuk mengubah komposisi pareto. Dalam rentang dua tahun ke depan, jika holding company dijalankan secara sungguh-sungguh, maka paling tidak, dapat diubah menjadi 40:60. “Ini harus menjadi kunci pembenahan BUMN pada periode pemerintahan Joko Widodo saat ini. Sehingga, pada periode selanjutnya tinggal menyelesaikan PR sebesar 60% BUMN,” kata pakar BUMN dari UI ini dalam keterangan resminya, Kamis (2/11).

Menurut penulis buku Holding Company BUMN (2017) ini, secara mekanisme bisnis, terbentuknya value creation dari corporate parenting pada holding company merupakan impact dari kekuatan keuntungan finansial, adanya pengembangan strategi, keterlibatan (sinergi) operasional, sharing resources, dan sinergi bisnis.

Selama 55 tahun, Lembaga Management FEB UI telah memberikan kontribusi terhadap BUMN melalui, konsultasi, asistensi, assessment terhadap hampir seluruh BUMN. Dalam usia lebih dari separuh abad ini, Toto bilang, bahwa selama itu pihaknya melihat sepak terjang BUMN dari masa ke masa, dari suatu kondisi ekonomi kondusif hingga disruptif.

Saat ini, rencana percepatan pembentukan holding company BUMN dalam rangka menciptakan efisiensi dan produktivitas BUMN cukup penting dalam situasi persaingan global. Dalam suatu penelitian, responden dunia usaha Indonesia adalah yang paling tidak siap di ASEAN menghadapi integrasi pasar regional, kalah dibandingkan kesiapan Malaysia, Singapore, Thailand dan Vietnam. Dalam penelitian tersebut, isu utama yang dihadapi bisnis di Indonesia adalah ketidaksiapan menghadapi pesaing, tingginya biaya logistik, kesulitan adaptasi menjadi perusahaan skala regional, serta terbatasnya international talent.

Sukses yang dimiliki Semen Indonesia yang telah melakukan go regional setelah membentuk holding company BUMN, yang menjadi pelajaran adalah memahami target market secara detil, due diligence secara akurat, adaptasi budaya serta penanganan post merger integration secara komprehensif. “Mereka cukup menempatkan sekitar dua puluh eksekutif Indonesia untuk memimpin dan berkoordinasi dengan ratusan pegawai di pabrik TLCC di Vietnam. Itu satu contoh kongkretnya,” sebut Toto.

Dalam konteks Indonesia kemampuan melakukan transformasi menjadi BUMN yang kompetitif tidak terlepas dari dukungan sektor regulasi. Sering dikeluhkan daya saing BUMN terhambat karena banyaknya UU atau PP yang harus dipatuhi. Terkadang satu regulasi tidak sejalan dengan regulasi lainnya, misal ketentuan tentang BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan sering dibenturkan dengan UU Tipikor. Demikian pula regulasi yang mengatur privatisasi BUMN sangat birokratik.

Toto menyebutkan dalam ketentuan Bursa Efek Indonesia saja, terdapat 25 tahapan yang harus dilalui sebelum BUMN dapat go public. Maka, jangan heran sejak diberlakukannya UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN, hanya terjadi 8 BUMN go public. Dalam kondisi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah untuk memberikan PMN , maka hal ini tentu mengurangi kesempatan bagi BUMN untuk akses pendanaan dari pasar modal dan juga sekaligus mengurangi likuiditas bursa.

Dihadapkan dengan berbagai keterbatasan, membenahi BUMN supaya berdaya saing memang ibarat retorika telur dan ayam. Namun paling tidak, dengan eksisting regulasi Pemerintahan Joko Widodo masih dapat mengubah komposisi kontribusi BUMN lepas dari pareto condition. “Itu sangat mungkin, sepanjang periode ini guidance holding company benar-benar dijalankan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×