kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CFC rule di Indonesia tertinggal jauh dari negara


Kamis, 03 Agustus 2017 / 19:56 WIB
CFC rule di Indonesia tertinggal jauh dari negara


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah memperbaiki peraturan perpajakan controlled foreign companies (CFC) untuk menangani penghindaran pajak antarnegara dengan mengeluarkan PMK Nomor 107 tahun 2017.

Adanya PMK baru ini mencabut PMK 256 Tahun 2008 yang mengatur hal yang sama.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, aturan CFC yang baru ini masih memiliki kekurangan, yakni belum mencakup passive income. Padahal di dunia saat ini trennya adalah passive income, bukan dividen.

“Jadi passive income tidak ter-capture di sini. Lalu treshold 50%, di negara-negara lain sudah diturunin bisa 10% kena. Lalu juga, tidak hanya share yang menentukan CFC itu. Jadi itu problem-nya,” jelasnya.

Dengan demikian, bila dibandingkan dengan negara lain, CFC rule di Indonesia ketinggalan jauh.

“Iya, ketinggalan jauh dan di Indonesia, Anda misalnya, punya berapa perusahaan di Singapura, hanya bisa diketahui kalau Anda declare di SPT. Treshold 50% itu gampang sekali diakali, dipecah-pecah menjadi kecil dan kita belum bisa capture itu,” kata dia.

Adapun problem pada pembuktian bagaimana cara Ditjen Pajak memastikan bahwa pengusaha RI punya saham di perusahaan non tbk di luar negeri. Pasalnya, bisa saja pengusaha tak mengaku atau mengakali dengan nama perusahaan asing lagi.

“Kalau ada indikasi, bisa minta pertukaran informasi dengan negara terkait by request, tetapi kan tax haven sudah pasti tidak kooperatif, bisa dia ubah nama perusahaan,” ujarnya.

Dengan demikian, bila dilihat efektivitasnya untuk menambah penerimaan atau anti-avoidance, aturan ini belum efektif karena berbagai keterbatasannya. Pasalnya, aturan baru lebih mengatur beberapa hal jadi rinci dan menciptakan kepastian, tetapi secara substansi tidak banyak berbeda, misalnya nilai penyertaan yang masih 50%. Sementara di negara lainnya, besarnya penyertaan modal paling rendah adalah 10%.

“Tetapi sebagai sinyal atau awal dimulainya adaptasi regulasi anti avoidance, ini positif,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×