kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45934,54   6,90   0.74%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cara lain hitung omzet dianggap ilegal, ini penjelasan pengamat


Minggu, 04 Maret 2018 / 19:01 WIB
Cara lain hitung omzet dianggap ilegal, ini penjelasan pengamat
ILUSTRASI. Peserta Wajib Pajak Bayar Pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto. PMK ini hanya diperuntukkan bagi WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan.

Selang beberapa waktu terbit, aturan ini mendapat catatan dari berbagai pihak. Sebab, aturan ini memberikan kewenangan aparat pajak untuk menentukan penghasilan atau omzet peredaran bruto bagi WP yang tak melakukan kewajiban pencatatan atau pembukuan sehingga sulit ditentukan omzetnya.

Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono mengatakan, aturan ini merupakan lahan yang abu-abu. "Ini bisa pro dan kontra. Self assessment versus tax official assessment. Itu dari falsafah pemajakan. Dari segi legal, itu tidak legal," kata Herman kepada KONTAN, Minggu (4/2).

Dari kacamata otoritas, menurut Herman, aturan ini bisa menjadi jalan pintas.  Oleh karena itu, butuh pengawasan dari WP atas praktik dari aturan ini.

Meski begitu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, aturan ini justru merupakan kepastian di mana Ditjen Pajak berwenang menguji kepatuhan WP dengan pemeriksaan. Aturan ini juga tidak ada kaitannya dengan self-assessment yang diciderai.

“Ini murni pengaturan sangat terbatas dan justru diperlukan demi fairness dan kepastian hukum,” kata Yustinus.

Yustinus melanjutkan, pertama-tama yang akan diuji adalah pembukuan/pencatatan/bukti pendukung. Jika tidak tersedia, baru digunakan cara lain dan penghasilan neto akan dihitung dengan NPPN.

"Jadi, ini merupakan opsi terakhir, ketika kepercayaan menurut sistem self-assessment tidak digunakan sebagaimana mestinya," kata Yustinus.

SAdapun, secara hukum, Yustinus menjelaskan PMK ini merupakan pelaksanaan Pasal 14 ayat (5) UU PPh, yang memerintahkan Menteri Keuangan untuk menetapkan cara lain menghitung peredaran bruto, dalam hal WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, atau tidak memperlihatkan pencatatan/bukti-bukti pendukungnya.

Oleh karena itu, menurut Yustinus WP tidak perlu khawatir. Sebab, apabila WP sudah patuh, fiskus seharusnya tak perlu menggunakan cara lain ini.

"Sesuai UU, jika WP wajib (melakukan pembukuan atau pencatatan) maka selenggarakan yang baik sesuai ketentuan. Simpan seluruh dokumen atau bukti. Hitung pajak dengan benar dan bayar kewajiban sesuai perhitungan, dan laporkan ke kantor pajak," kata Yustinus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×