kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPJS Watch: Iuran BPJS Kesehatan bisa naik


Selasa, 07 November 2017 / 21:03 WIB
BPJS Watch: Iuran BPJS Kesehatan bisa naik


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lantaran terus merugi sejak pertama dirilis pada 2014, pemerintah terus putar otak menambal defisit BPJS Kesehatan.

Beragam opsi mulai hadir. Dari pelibatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam membiayai program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), suntikan dana negara (APBN), penggunaan cukai rokok, hingga pelibatan BPJS Ketenagakerjaan dalam membiayai pasien sakit akibat pekerjaan.

Timboel Siregar, koordinasi advokasi BPJS Watch sebut masalah defisit BPJS sejatinya harus menelaah masalah iuran dan pembiayaan dengan detil.

"Dari sisi iuran, saya nilai iuran kurang optimal, anggaran pemerintah untuk membayar PBI yang masih rendah. Harusnya nilai aktuaria iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Rp 36.000 tapi nyatanya saat ini masih Rp 23.000," katanya kepada KONTAN melalui sambungan telepon, Selasa (7/11) malam.

Masih jauhnya selisih iuran juga harus ditambah dengan rendahnya iuran Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditargetkan hingga juni 2017 mencapai Rp 12,5 triliun, nyatanya baru terealisasi Rp 10 triliun.

"Piutang iuran yg masih tinggi sebesar 3,9 triliun di 30 juni 2017 juga menjadi sebab terjadinya defisit," tambah Timboel.

Oleh karenanya menurut Timboel, pemerintah harusnya dapat menaikkan iuran, khsusunya iuran PBI dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)

"Seharusnya iuran BPJS naik pada 2018 sesuai amanat pasal 16I Perpres no. 111 tahun 2013, yaitu untuk iuran PBI dan PBPU," sambungnya.

Meski demikian Timboel juga tak menampikan opsi lain, menggandeng BPJS Ketenagakerjaan untuk membiayai penyakit akibat kerja (PAK) misalnya, dinilai Timboel potensial.

Apalagi ia menilai selama ini, beban BPJS Kesehatan soal PAK terjadi lantaran perusahaan malas melapor PAK, sehingga pekerja lebih memilih BPJS kesehatan untuk berobat.

"Sesuai PP 44 tahun 2015 PAK yg dialami pekerja menjadi tanggungjawab BPJS Ketenagakerjaan, tetapi karena perusahaan malas melapor PAK maka pekerja mengunakan BPJS kesehatan," sambungnya.

Sebelumnya soal Kerjasama antar dua BPJS ini, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto sudah mengamini opsi tersebut. Ia bilang telah ada diskusi soal bagi tugas antar dua BPJS ini.

Nantinya, lanjut Agus, akan digunakan mekanisme reimburse dimana biaya akan ditalangi oleh BPJS Kesehatan untuk kemudian diganti BPJS Ketenagakerjaan.

"BPJS kesehatan yang akan menanggung dulu, karena yang penting pasien ditangani. Selanjutnya BPJS kesehatan akan minta penggantian ke BPJS ketenagakerjaan," kata Agus melalui pesan pendek, Selasa (7/11) malam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×