kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BKPM: 5 bulan terakhir, semangat deregulasi kendur


Rabu, 26 April 2017 / 16:41 WIB
BKPM: 5 bulan terakhir, semangat deregulasi kendur


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) melihat semangat deregulasi oleh pemerintah mulai berkurang. Hal ini yang dilihat BKPM sebagai risiko investasi saat ini, khususnya bagi investasi penanaman modal asing (PMA).

Apalagi, pada kuartal pertama 2017 realisasi investasi PMA cenderung stagnan. BKPM mencatat, dari total realisasi sebesar Rp 165,8 triliun, realisasi investasi PMA di tiga bulan pertama tahun ini hanya sebesar Rp 97 triliun atau hanya tumbuh 0,94% year on year (YoY). Berbeda dengan realisasi investasi yang berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 68,8 triliun atau naik 36,4% YoY.

Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan, dalam empat hingga lima bulan terakhir, pihaknya melihat semangat deregulasi kendur. Pihaknya juga melihat pemerintah lebih banyak melakukan reregulasi atau persyaratan perizinan baru.

"Ini memerlukan perhatian yang sedikit istimewa apalagi kalau kejar target yang luar biasa, tidak hanya untuk 2017 tapi lebih-lebih lagi 2018. Jadi kita harus segera mengembalikan momentum reformasi dan semangat deregulasi," kata Lembong dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (26/4).

Lebih lanjut menurutnya, Presiden Joko Widodo juga sebelumnya telah menyebutkan adanya 23 Peraturan Menteri (Permen) yang cenderung menghambat investasi dan menyulitkan bisnis. sebanyak 23 beleid tersebut paling banyak terkait dengan sektor industri dan perdagangan.

Saat ini, pemerintah masih membahas secara intensif mengenai aturan-aturan tersebut serta aturan lainnya di luar 23 Permen itu. Sayangnya, ia enggan menjelaskan lebih lanjut kapan pembahasan itu dirampungkan.

Di sisi lain, ia juga melihat beberapa hal yang berpotensi menjadi risiko investasi PMA. Yaitu, investasi dari China dan Amerika Serikat (AS) ke Indonesia lebih rendah dibandingkan investasi dari dua negara itu ke negara tetangga.

Kemudian, media internasional yang banyak menginterpretasikan hasil pilkada DKI Jakarta pekan lalu sebagai kemenangan muslim garis keras. Padahal faktor yang sebenarnya menentukan adalah reformasi ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan deregulasi.

"Menurut saya itu terlalu berlebihan. Saya juga dalam berbagai diskusi dengan investor dari mancanegara menyimpulkan bahwa pilkada DKI Jakarta tidak mempunyai dampak yang signifikan pada iklim investasi dan sentimen investor. Saya malah khawatir bahwa masalah kelompok-kelompok garis keras, radikalisme ini menjadi asalan," tambahnya.

Terakhir, pengaruh kurs rupiah pada tahun ini yang cenderung menguat yang menyebabkan nilai investasi PMA stagnan. Pada kuartal pertama tahun lalu, kurs rupiah masih berada di kisaran Rp 13.900 per dollar AS. Sementara pada kuartal pertama tahun ini, kurs rupiah berada di sekitar Rp 13.300 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×