kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI diperkirakan menahan bunga, kembali injak gas November


Selasa, 23 Oktober 2018 / 06:53 WIB
BI diperkirakan menahan bunga, kembali injak gas November
ILUSTRASI. Pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia


Reporter: Benedicta Prima, Martyasari Rizky | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) diperkirakan tak akan menaikkan bunganya hari ini, Selasa (23/10), setelah menggelar rapat dua hari terakhir. Tapi, ruang BI untuk menaikkan bunga ke depan masih terbuka lebar. 

Kali terakhir, BI menaikkan bunga acuan 7-day reverse repo rate pada September lalu sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Langkah ini merespons  kenaikan bunga bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) bulan lalu, untuk menjaga volatilitas rupiah yang kini berada di kisaran Rp 15.200 per dollar AS. 

"Mungkin BI akan pause, karena The Fed juga akan baru menaikkan bunga nanti pada FOMC Desember," ungkap Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas  kepada Kontan.co.id, Senin (22/10).

Ketimbang mengekor The Fed, Lana melihat, BI lebih mewaspadai gerak kurs rupiah. Pasalnya, ketika bunga AS naik, dollar menguat dan rupiah terpuruk. "Tergantung rupiahnya, kalau karena The Fed saja saya kira nggak perlu naik, intinya tergantung volatilitas rupiah," katanya.

Berly Martawardaya, Ekonom Universitas Indonesia (UI) juga memprediksikan BI tidak akan menaikkan suku bunga acuannya pada bulan Oktober 2018.

Alasan dia, neraca perdagangan pada bulan September 2018 mengalami surplus, walaupun nilainya sedikit. Serta, kurs rupiah dalam sepekan ini yang stabil.

Faktor lainnya, The Fed diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunga pada bulan Oktober 2018. "The Fed diprediksikan baru akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun nanti. Nantinya, akan terlalu tinggi nilai suku bunganya kalau pada bulan ini BI juga menaikkan suku bunga," tambahnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah juga senada, menilai tidak ada alasan atau urgensi BI untuk menaikkan suku bunga. 

"Jika bulan ini BI menaikkan suku bunga, maka ruang untuk menaikkan suku bunga akan semakin sempit nantinya, sementara itu The Fed di akhir tahun nanti akan kembali menaikkan suku bunga," ujarnya.

Dia melihat, rupiah masih bisa dikendalikan meski sudah di kisaran Rp 15.200 per dollar AS. Serta, inflasi yang masih terjaga sampai akhir tahun nanti diprediksikan di bawah 3,5%.

Sejak awal tahun sampai September 2018, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan bunga acuan 150 bps menjadi 5,75% dari awal tahun 4,25%.

Masih naik

Myrdal Gunarto, Ekonom Maybank Indonesia memprediksi, BI baru menaikkan bunganya pada November. Besarannya 25 bps dari 5,75% menjadi 6%. Faktor pendorongnya antara lain untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan The Fed dan menekan defisit neraca transaksi berjalan yang akan melebar hingga akhir tahun yang bisa menekan rupiah.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, BI masih perlu menaikkan bunga di sisa tahun ini. Tujuannya adalah mengantisipasi gejolak dari eksternal seperti kenaikan suku bunga yang direncanakan oleh The Fed dan isu perang dagang yang belum ada tanda mereda.

Kenaikan suku bunga juga jadi tameng untuk mengantisipasi membengkaknya defisit transaksi pada kuartal IV ini. David memprediksi defisit neraca transaksi berjalan (CAD) akan melebar hingga 3,3%.

Dia berekspektasi, bunga BI akan naik dua kali tahun ini dengan ruang kenaikan 50 basis poin. Kenaikan akan terjadi pada November 2018. 

"Ya, kalau mau CAD lebih rendah dari 2,5% perlu kenaikan suku bunga, untuk dorong penurunan defisit. Apalagi beban transaksi berjalan, contoh BBM pemerintah kan banyak pertimbangan non-ekonomi," ungkap David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×