kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beras impor tertahan, biaya inap membengkak


Jumat, 27 Mei 2016 / 06:31 WIB
Beras impor tertahan, biaya inap membengkak


Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Penugasan pengadaan beras impor untuk mencukupi kebutuhan beras nasional yang dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) saat ini sedikit tersendat. Setidaknya dari jatah izin impor yang diberikan sebanyak 1,5 juta ton untuk stabilisasi harga beras, masih ada 13.000 ton beras impor yang tertahan di pelabuhan.

Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu mengatakan, beras impor asal Myanmar itu masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya sejak dua bulan lalu. "Sudah dari Maret (tertahan di pelabuhan)," ujarnya, Kamis (26/5).

Menurut Wahyu, beras impor itu tertahan di pelabuhan lantaran masih ada dokumen persyaratan impor yang belum lengkap. Salah satunya dokumen tentang pendaftaran laboratorium pengujian barang dari negara asal.

Dalam ketentuan yang berlaku, kata Wahyu, negara yang akan mengekspor produk pertanian ke Indonesia harus mendaftarkan laboratoriumnya. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan.

Meski ada kedala dalam pemasukan beras impor, namun Wahyu memastikan hal ini tidak akan mempengaruhi harga beras di pasaran. Pasalnya, saat ini stok beras dinilai masih cukup melimpah, ditambah lagi beberapa daerah sudah memasuki panen.

Berdasarkan data Bulog, hingga saat ini stok beras pemerintah yang ada di gudang Bulog sebanyak 2,1 juta ton. Selain itu, Bulog juga terus melakukan pengadaan beras di dalam negeri.

Kini rata-rata pengadaan beras dari dalam negeri secara nasional sekitar 25.000 ton per hari. Biaya inap bengkak Lantaran beras impor tertahan, maka beban biaya inap barang di pelabuhan yang ditanggung Bulog membengkak.

Diperkirakan, biaya inap untuk 13.000 ton beras impor itu saat ini telah mencapai Rp 24 miliar. Tapi, Bulog enggan membayarkan pembengkakan biaya penimbunan ini lantaran penyebab molornya waktu inap barang disebabkan oleh dokumen eksportir yang belum lengkap.

"Keterlambatan dari mereka (eksportir Myanmar), ya jadi mereka yang tanggungjawab," ujar Wahyu. Wahyu berharap, persoalan ini segera mendapat solusi dari pemerintah. Apakah melalui skema Government to Government sehingga beban yang harus ditanggung di pelabuhan dapat dihapus atau dikurangi.

Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kemtan) Banun Harpini menambahkan, tertahannya beras impor asal Myanmar milik Bulog itu bukan karena masalah kekarantinaan. Dia menduga, belum keluarnya beras impor itu disebabkan dokumen yang belum lengkap.

Yang pasti, kata Banun, dari tiga laboratorium di Myanmar sudah diregistarasi oleh Badan Karantina Kemtan. Sehingga, bila dalam pengujian yang dilakukan oleh Myanmar sudah memenuhi persyaratan, maka tidak perlu lagi diperiksa di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×