kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Awas, ketidakpastian baru ancam ekonomi


Kamis, 05 Maret 2015 / 06:17 WIB
Awas, ketidakpastian baru ancam ekonomi
ILUSTRASI. Catat, Ini 8 Camilan Sehat untuk Asam Lambung yang Mudah Dikonsumsi. KONTAN/Baihaki


Reporter: Adi Wikanto, Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih rawan koreksi tahun ini. Penyebabnya adalah ketidakpastian baru di tingkat global yang bisa menghambat laju ekonomi nasional. Pemerintah wajib memiliki strategi baru agar Indonesia bisa bertumbuh.

Hasil analisa ekonom Bank Central Asia (BCA) menyebut ada empat faktor yang menyebabkan ketidakpastian baru. Pertama, penguatan nilai dollar Amerika Serikat (AS) yang terlalu tajam. Sejak Mei tahun lalu, indeks dollar AS terus menguat. 

Indeks dollar AS mencapai titik terendah pada 6 Mei 2015 di level 79,093, tapi sejak saat itu terus menanjak dan mencapai titik tertinggi pada 3 Maret 2015 sebesar 95,383.

Memang fundamental ekonomi makro AS sudah solid. Namun, rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) bisa mengganggu perekonomian AS. Jika bunga The Fed naik terlalu cepat, ekonomi AS bisa terpukul.

Masalahnya, Indonesia terlanjur berharap AS sebagai pendorong utama ekspor. Negara tujuan ekspor utama seperti China mengalami pelambatan ekonomi, sedangkan Jepang dan Eropa menghadapi resesi. "AS adalah mesin tunggal, jika dia ikut melambat akibat kebijakan The Fed, ekspor Indonesia semakin tertekan,"  terang David Sumual, Kepala Ekonom BCA..

Faktor kedua, bank sentral Eropa, Jepang, dan China ramai-ramai mengeluarkan stimulus moneter. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan aliran dana ke emerging market seperti Indonesia. Namun, bagi tiga negara itu, stimulus moneter adalah usaha memperlemah nilai tukar agar ekspor mereka naik. 

Cara tersebut juga merupakan perang mata uang yang akan dimenangkan oleh negara maju seperti Eropa, Jepang dan China. Mengingat, bank sentral negara maju memiliki kemampuan lebih besar, dari sisi aset. Negara berkembang hanya akan menjadi penonton dan nilai tukar mata uangnya akan terombang-ambing.

Bersamaan itu, ada faktor ketiga, yakni harga komoditas alam masih dalam tren melemah. Padahal, crude palm oil dan  batubara merupakan andalan ekspor Indonesia. Dengan demikian, saat kurs rupiah melemah, kinerja ekspor bakal sulit tertolong. 

Krisis finansial

Keempat, ancaman Yunani keluar dari Eurozone dan default atas utang-utangnya. Jika ini terjadi, akan mendorong negara-negara lain di Eurozone seperti Spanyol mengikuti langkah serupa. Imbasnya, krisis finansial dari Eropa bisa kembali terjadi. 

Jika ini terjadi, efek terbesarnya adalah krisis finansial di AS, karena valuasi aset sekarang sudah jauh menyimpang dari fundamentalnya. Volatilitas di pasar finansial AS juga cenderung meningkat. Kondisi ini bisa mengulang bubble properti tahun 2008. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, bilang, di tengah ketidakpastian baru masih ada potensi untuk mendongkrak ekonomi. Salah satunya, saat banjir likuiditas di Eropa, Jepang dan China, pemerintah mendorongnya menjadi kegiatan penanaman modal di Indonesia. 

Untuk mendorong investasi, pemerintah akan fokus memperbaiki fundamental. Pembangunan infrastruktur diperbanyak. Hambatan investasi juga dipangkas dengan kemudahan perizinan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×