kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ASPEK: Bohong, Jasa Marga tak akan PHK karyawan


Senin, 23 Oktober 2017 / 16:39 WIB
ASPEK: Bohong, Jasa Marga tak akan PHK karyawan


Reporter: Cecylia Rura | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir Oktober (31/10), sistem pembayaran non tunai di gerbang tol (GT) akan diterapkan di seluruh Indonesia. Sebelumnya, PT Jasa Marga Tbk telah menyiapkan antisipasi terkait strategi ke depan untuk kelanjutan pekerjaan karyawan yang bekerja di gerbang tol melalui program A-Life (Alih Profesi) kepada para karyawan yang terkena dampak kebijakan elektronifikasi.

Hal ini ditanggapi serius oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) dengan mengadakan Seminar Nasional yang mengundang beberapa stakeholder untuk berdiskusi di antaranya Komisi V DPR RI sekaligus Ketua Fraksi Gerindra Edhy Prabowo, Pengamat Ekonomi dan Politik Ichsanuddin Noorsy, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan, Peneliti Indef Bhima Yudistira Adhinegara, dan Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat.

Mirah Sumirat mengatakan, ada beberapa sektor pekerjaan yang ke depan digusur oleh teknologi digital.

"Yang paling krusial jalan tol, penetapan elektronifikasi di gerbang tol ini akan menghilangkan fungsi dari penjaga gardu tol, sekarang mereka cuma bekerja satu jam sehari, padahal idealnya kan delapan jam. Kemudian perbankan, nanti disusul infrastruktur," jelasnya ketika ditemui Kontan.co.id, di Auditorium Adhiyana, Gedung Wisma Antara, Jakarta Pusat, Senin (23/10).

Menurutnya, akan ada sekitar 10.000-11.000 karyawan GT yang berpotensi di-PHK. "Saya kira Jasa Marga itu bohong kalau bilang tidak mem-PHK karyawan, itu hanya 900 yang bisa ditampung, sementara total ada 10.000 pekerja yang terancam. Di Jasa Marga, yang dialihkan 291 orang dari 5.000 penjaga gardu tol, sisanya terancam di-PHK," jelas Mirah.

Ia menekankan, pemerintah perlu memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) terampil yang mengerti tentang teknologi terlebih dahulu daripada pengembangan infrastruktur.

"Sekarang pemerintah tampak lebih konsen ke infrastruktur, padahal dampaknya masih nanti, sementara untuk pemberdayaan sumber daya manusia terbengkalai, mulailah dari pendidikan, berikan pendidikan gratis untuk anak-anak Indonesia," jelas Mirah.

Lebih lanjut, ia menambahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016 Indonesia didominasi oleh pekerja (kasar) lulusan sekolah dasar, sementara lulusan universitas hanya sekitar 8%.

Meski demikian, Mirah mengatakan sikap menentang ini bukan berarti anti teknologi melainkan bagaimana teknologi nanti tidak mengancam kehidupan masyarakat Indonesia.

Soal penjaga gardu tol, Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan Indonesia terlalu memaksakan menggunakan uang elektronik. "Di Amerika saja masih ada tol masih ada tunai, di Indonesia berarti sudah lebih hebat dari Amerika," ungkap Tigor dalam diskusi seminar. Sehingga menurutnya perlu ada pembenahan dalam regulasi soal e-money atau elektronifikasi.

Terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), peneliti Indef Bhima Yudistira mengatakan, meski Jasa Marga sudah mengatakan tidak ada PHK, pengalihan profesi merupakan cara lain untuk mencanangkan elektronifikasi.

"Kalau outsourcing bagaimana? Kontraknya jelas tidak diperpanjang," kata Bhima. Menurutnya dua pihak yang diuntungkan di sini adalah pihak perbankan dan Jasa Marga.

Dalam seminar ini juga dihadiri oleh sejumlah anggota Serikat Karyawan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (SKJLJ), Serikat Pekerja Hero Supermarket (SPHS), serta Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK). Adapun dalam seminar ini dimaksudkan untuk berdiskusi dampak dari Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan oleh Bank Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×