kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alasan PP 72/2016 jadi polemik bagi pemerintah


Rabu, 18 Januari 2017 / 19:41 WIB
Alasan PP 72/2016 jadi polemik bagi pemerintah


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas masih menjadi polemik.

Beberapa pakar di bidang tata negara menilai bila terbitnya PP ini tidak menyimpang dari peraturan yang ada. Pasalnya, dalam beleid yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir tahun lalu tersebut hanya untuk mengatur proses holding perusahaan-perusahaan BUMN, tidak pengalihan saham kepada swasta.

Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengatakan, PP nomor 72 tahun 2016 tersebut masih mengisyaratkan adanya kontrol dari DPR.

"Holding BUMN niatnya baik, tetapi pelaksanaanya jangan salah. Tetap memperhatikan pengawasan DPR," kata Jimly, Rabu (18/1).

Dalam kebijakan holding BUMN, status kepemilihan perusahaan masih sama yakni pemerintah. Sehingga, tidak ada kekayaan negara yang berpindah tangan. Jimly berpandangan bila PP ini dapat tetap dijalankan.

Hal senada juga diungkapkan oleh pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva. Menurutnya, bila bentuk dari aksi korporasi yang dilakukan oleh BUMN tersebut tidak berupa privatisasi, namun masih dalam satu induk kepemilikan yang sama, maka hal tersebut tidak perlu dipersoalkan.

Menurut Hamdan, yang perlu dicatat dalam garis pengawasan yang dilakukan oleh DPR ialah kementerian yang bertanggung jawab. Namun, dalam ranah politik DPR sah-sah saja melakukan pengawasan terhadap perusahaan BUMN.

DPR menilai, terbitnya PP Nomor 72 tahun 2016 ini cacat hukum lantaran belum ada ketentuan yang lebih tinggi mengaturnya. "Aturan mengenai sharing saham ini belum diatur dalam UU, tetapi di PP sudah ada. Sehingga tidak ada payungnya," kata Azam.

Oleh karena itu, komisi VI DPR akan segera memanggil menteri BUMN segera untuk dapat menjelaskan maksud dan tujuan dari terbitnya aturan ini. Azam bilang, terbitnya aturan ini juga telah memperkeruh terhadap ketentuan-ketentuan yang telah berjalan.

Padahal, saat ini DPR juga tengah melakukan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) tentang BUMN. Dalam RUU tersebut, nanti akan diatur mengenai BUMN di era saat ini termasuk didalamnya membahas tentang holding BUMN.

Sekjen Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (BPHI) Desriko Malayu Putra mengatakan, terbitnya aturan ini menjadi kesalahan fatal pemerintah dalam mengelola aset negara.

Saat ini BPHI sedang melakukan kajian dan mematangkan kajian untuk melakukan uji materi atau judicial review terhadap PP ini ke Mahkamah Agung. "Saat ini sedang kami siapkan kajiannya, dan dalam waktu dekat akan dilakukan uji materi," kata Desriko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×