kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akumindo: Tidak ada kesetaraan di Perppu 1/2017


Rabu, 14 Juni 2017 / 20:02 WIB
Akumindo: Tidak ada kesetaraan di Perppu 1/2017


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) tengah berupaya mencegah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengakses data nasabah industri keuangan secara otomatis.

Untuk itu, Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) mengajukan judicial review atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yang akan disahkan DPR menjadi Undang-undang.

“Sudah siap (ajukan judicial review). Utamanya teman-teman di Jawa Tengah di mana banyak pengusaha UMKM,” kata Ketua Akumindo M. Ikhsan Ingratubun di Jakarta, Rabu (14/6).

Menurutnya, Perppu ini bertentangan dengan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 lantaran ada perbedaan batas minimum saldo yang wajib dilaporkan oleh lembaga keuangan kepada Ditjen Pajak antara nasabah warga negara RI dengan nasabah asing.

Pasal tersebut sendiri berbunyi, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“Indonesia dikenakan Rp 1 miliar, tapi asing dikenakan Rp 3,38 miliar. Ini artinya tidak ada kesetaraan,” ucapnya.

Seharusnya, kata dia, tidak boleh ada perbedaan antara nasabah warga negara Indonesia dengan nasabah asing, sehingga pemerintah harus menyesuaikan aturan ini dengan standar yang digunakan oleh OECD yaitu minimum saldo sebesar US$ 250.000 atau Rp 3,38 miliar demi keadilan dan kepastian hukum.

“Pemerintah Indonesia seharusnya cari wajib pajaknya di luar. Tujuannya ke luar, bukan disasar di dalam negeri. Perppu ini tetap bermasalah,” kata dia.

Sementara itu, Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa tidak perlu ada kekhawatiran soal batas minimum saldo ini di kalangan mana pun khususnya UMKM. Ia menekankan, rekening yang dilaporkan bukan merupakan objek pajak baru melainkan hanya sebagai basis data nantinya.

“Bukan kemudian saldonya dipajaki. Tidak demikian,” katanya.

Adapun sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organization for Economic Co-operation and Development) sesungguhnya menetapkan bahwa dari sisi Common Reporting Standard (CRS), seluruh akun rekening berapa pun nilai saldonya harus dilaporkan secara otomatis baik pribadi atau perusahaan.

Dalam PMK 70 2017, disebutkan bahwa untuk kepentingan perjanjian internasional, batasan nilai rekening keuangan yang wajib dilaporkan adalah yang agregat saldonya lebih dari US$ 250.000 bagi rekening yang telah dibuka sebelum 1 Juli 2017. Sementara bagi rekening yang baru dibuka sejak 1 Juli 2017 dan rekening keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi, tidak terdapat batasan saldo minimal.

Ia pun meminta pengusaha kecil tak perlu takut karena kebijakan ini bukan untuk membidik pajak dari UMKM. Ia menegaskan, UMKM akan tetap mendapat fasilitas pajak final sebesar 1% dari omzet.

"Jadi pemerintah terus akan jaga UMKM agar mereka dapat perlakuan adil dan tidak terbebani. Ini penekanan dari sisi asas keadilan. Kami harap UMKM mulai tertib juga dalam melaporkan perpajakannya," ujar Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×